Putusan MK yang Mengukir Sejarah Sepanjang 2024 : Apa Saja ?

Hakim Mahkamah Konstitusi yang membuat putusan mengukir sejarah sepanjang 2024.-Foto : ANTARA -

Setidaknya ada 21 norma yang dikabulkan sebagian.

Pada pokoknya, MK memberi penegasan demi penegasan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Beberapa hal yang ditegaskan oleh MK, di antaranya terkait jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling lama lima tahun, menteri yang bertanggung jawab dalam urusan ketenagakerjaan harus menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan (outsorcing), libur satu atau dua hari dalam sepekan, struktur dan skala upah harus proporsional, upah minimum sektoral kembali diberlakukan, hingga pemutusan hubungan kerja diperketat melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat.

Dalam putusan itu, MK juga memerintahkan DPR dan Presiden, selaku pembentuk undang-undang, untuk menggodok undang-undang ketenagakerjaan yang baru paling lama dalam waktu dua tahun.

MK memerintahkan, klaster ketenagakerjaan dipisahkan dari Undang-Undang Cipta Kerja. MK memerintahkan itu agar tidak ada tumpang tindih aturan.

8. Tafsir baru delik pencemaran nama baik

Perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang bisa dipidana apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan cara lisan.

Hal itu merupakan penafsiran baru Mahkamah terkait delik pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal tersebut sebelumnya tidak memuat frasa “dengan cara lisan”. MK mengadopsi frasa itu dari Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP atau UU KUHP baru yang akan berlaku mulai 2026.

Menurut Mahkamah, pengakomodasian ketentuan “dengan cara lisan” itu demi menciptakan kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma mengenai pencemaran nama baik.

Tafsir baru itu termaktub dalam Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023. Perkara dimohonkan oleh aktivis Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanty, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Adapun Haris dan Fatiah merupakan aktivis yang divonis bebas dalam kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan.

9. KPK berwenang usut korupsi militer

KPK berwenang mengusut kasus korupsi di ranah militer hingga adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal atau dimulai oleh KPK.

Ketentuan itu merupakan pemaknaan baru MK terhadap Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan