Cerita dari Pesisir Langkat, Tentang Mereka yang Menjaga MMangrove

Masyarakat memancing ikan di sekitar hutan mangrove di Desa Pasar Rawa, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, Selasa (3/12/2024). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)--

Masyarakat yang bertambak juga mengalami kegagalan akibat ekosistem yang rusak.

Jauh sebelum mendirikan kelompok tani, mulanya Wahyudi bekerja sebagai bandar arang di Desa Pasar Rawa.

Banyak masyarakat setempat menebang mangrove untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang.

Mereka menjualnya kepada Wahyudi.

Kelompok tani kemudian dibentuk pada 2011.

Saat itu, masyarakat belum bisa memutuskan ke mana arah kelompok tani yang baru didirikan.

Hal yang mereka tahu, hutan mangrove telah rusak dan masyarakat perlu untuk melakukan penanaman kembali.

Sebenarnya niat awal penanaman mangrove itu agar nantinya dapat dilakukan tebang pilih dan masyarakat tetap bisa memproduksi arang berbahan dasar kayu mangrove.

Setelah empat tahun berselang, mangrove yang ditanam masyarakat mulai tumbuh besar.

Mereka menyadari bahwa menanam dan menumbuhkan mangrove bukan pekerjaan yang mudah.

Menebang mangrove hanya membutuhkan waktu hitungan jam, sedangkan menumbuhkannya hingga menjadi benar-benar besar membutuhkan waktu tahunan.

Pada titik ini, masyarakat dalam kelompok tani yang dipimpin Wahyudi mengurungkan niat awalnya.

Selama melakukan penanaman mangrove itu, KT Penghijauan Maju Bersama belum mendapatkan pendampingan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) setempat.

Pada 2017, kelompok ini dianjurkan untuk mengikuti program perhutanan sosial. Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi mereka untuk mendapatkan izin pengelolaan hutan seluas 177,8 hektare.

Setelah surat keputusan (SK) akses kelola perhutanan sosial didapatkan pada 2018, masyarakat sepakat untuk menutup seluruh dapur arang di Desa Pasar Rawa.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan