PDIP Sambut Baik Putusan MK Ubah Aturan Pilkada

Logo PDI Perjuangan--Foto: Antara

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.

Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

BACA JUGA:KPU Harus Segera Tindak Lanjut Putusan MK Soal Pilkada

BACA JUGA:Putusan MK Mengakhiri Aksi Borong Dukungan Paslon : Peluang Partai Politik Nonparlemen di Pilkada 2024 !

Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

“Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon, sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal, yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.

Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1) tersebut.

MK mempertimbangkan, pengaturan ambang batas perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah tidak rasional jika syarat pengusulannya lebih besar dari pada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan.

BACA JUGA:MK Tegaskan Syarat Usia Calon Kepala Daerah Harus Terpenuhi pada Saat Penetapan Pasangan Calon !

“Oleh karena itu, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu,” kata Enny.

Dengan demikian, MK memutuskan, Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan di atas. (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan