LUBUKLINGGAU, KORANPALPOS.COM - Proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Lubuklinggau tahun ini diwarnai dengan isu suap.
Sejumlah orang tua dan wali murid melaporkan adanya permintaan uang antara Rp 2 juta hingga Rp 4 juta rupiah untuk memastikan anak mereka diterima di sekolah-sekolah favorit di kota ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, modus operandi yang dilakukan melibatkan sejumlah oknum yang diduga kuat terlibat dalam proses seleksi PPDB. Para orang tua yang ingin anaknya diterima di sekolah tertentu harus menyerahkan sejumlah uang kepada oknum-oknum ini sebagai bentuk "jaminan".
Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
BACA JUGA:Pendaftaran PPDB SMP Jalur Tes Potensi Akademik di Kota Lubuklinggau Dimulai
BACA JUGA:Tragedi Speedboat Terbalik di Tebing Gerinting Ogan Ilir : Dua Remaja Putri Dilaporkan Tenggelam !
Seorang wali murid yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan, "Kami sangat kecewa dengan praktik seperti ini. Seharusnya seleksi masuk sekolah dilakukan secara adil dan transparan tanpa melibatkan uang. Ini jelas mencederai semangat pendidikan yang bersih dan berintegritas," ujarnya.
Isu uang pelicin alias uang titipan atau uang suap pada PPDB tingkat SMP ini mulai menyeruak saat penerimaan jalur zonasi.
Isu semakin santer tak kalah dimulai masa pendaftaran PPDB jalur mandiri atau TPA khusus sekolah Inovatif.
Menanggapi isu tersebut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kota Lubuklinggau, menegaskan bahwa kebenaran isu tersebut masih dipertanyakan.
BACA JUGA:Pemkab OKU Libatkan Kejaksaan Dalam Tingkatkan PAD
BACA JUGA:PHR Zona 4 Salurkan 176 Hewan Kurban
"Yang jelas aku meyakini bahwa di dalam sistem kita tidak ada yang semacam itu. Tidak ada hal-hal yang berpotensi untuk mengumpulkan duit, apa itu segala macam itu tidak ada," tegas Firdaus.
Ditambahkan Firdaus, diapun mengingatkan kepada kepala sekolah dan guru-guru jangan coba-coba untuk bermain di rana itu. Apalagi sekarang polanya sudah sistem online yang sudah menggunakan aplikasi termasuk jalur zonasi, afirmasi pun menggunakan sistem semua.
"Kalau ada masyarakat yang menawarkan seperti itu ya bodoh sekali masyarakatnya, yang jelas polanya sudah kita bikin sedemikian rupa untuk menekan agar supaya tidak terjadi praktek-praktek yang suap menyuap," kata Firduas.