Di sisi lain, harga beras terus merangkak naik menciptakan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap ekonomi rumah tangga.
Data dari BPS menyebutkan bahwa inflasi beras pada Februari 2024 mencapai 5,32 persen, dengan kontribusi inflasi sebesar 0,21 persen.
Masyarakat harus membayar lebih mahal, dengan harga gabah kering panen mencapai Rp 7.216 per kilogram dan harga di tingkat penggilingan mencapai Rp 8.591 per kilogram.
Bahkan di tingkat eceran, harga beras sudah mencapai Rp 15.157 per kilogram, sedangkan di tingkat grosir mencapai Rp 14.398 per kilogram.
Peningkatan harga beras memberikan tekanan lebih pada konsumen yang semakin kesulitan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Pada tahun 2023, Indonesia memiliki luas panen padi sekitar 10,20 juta hektare, menghasilkan gabah kering giling (GKG) sebanyak 53,63 juta ton.
Produksi beras nasional diperkirakan mencapai 30,90 juta ton.
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi kenaikan harga beras.
Salah satu langkah yang diambil adalah meningkatkan cadangan beras nasional melalui Bulog (Badan Urusan Logistik).
Cadangan beras ini diharapkan dapat menstabilkan harga di pasaran dan memastikan pasokan yang cukup, terutama selama musim paceklik.
Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan produksi padi melalui berbagai program bantuan dan subsidi bagi petani.
Program seperti subsidi pupuk, bantuan bibit unggul, dan teknologi pertanian modern diharapkan dapat meningkatkan produktivitas padi di berbagai daerah.
Kementerian Pertanian saat ini tengah fokus pada peningkatan luas lahan melalui optimasi rawa yang dilakukan di sejumlah daerah.
Program ini melibatkan semua stakeholder guna menggenjot produksi di semua daerah. Peningkatan produksi padi melalui optimasi lahan rawa yang ada di sejumlah provinsi menjadi program prioritas.
Pengawasan dan pengawalan bersama pemangku kepentingan terus dilakukan untuk memastikan produksi padi yang optimal.***