Dia juga menyoroti kemungkinan adanya jalan pintas untuk berhasil melalui kecurangan, yang bisa membuat anak-anak yang dekat dengan sekolah tidak diterima.
Pendapat serupa juga disampaikan Lola, yang menemukan beberapa persyaratan untuk lulus ke jenjang pendidikan sangat sulit.
Kekhawatiran lain yang diungkapkan adalah terkait dengan keterbatasan pemahaman tentang teknologi pendaftaran online dan persyaratan lainnya.
Hal ini membuat mereka khawatir akan adanya potensi kecurangan yang bisa merugikan mereka.
Terpisah Anggota DPRD Sumsel, Tamtama Tanjung mengatakan, sebagai anggota dewan, dirinya sangat setuju dengan semua kebijakan yang dibuat pemerintah, selama sejalan dengan keinginan rakyat.
Tidak terkecuali dengan kebijakan untuk menghapus jalur tes pada PSB baik untuk SMP maupun SMA.
Untuk itu, politisi Partai Demokrat ini meminta, agar pemerintah mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat terlebih dahulu sebelum kebijakan dibuat.
Nah, lanjut Tamtama, bila kebijakan yang dibuat sejalan dengan kebutuh masyarakat.
Maka dirinya sangat yakin kalau kebijakan. Itu akan bermanfaat dan mendapat dukungan masyarakat.
"Mengapa saya minta pemerintah untuk dengarkan suara rakyat sebelum membuat kebijakan. Karena saat reses beberapa waktu lalu, pihaknya kerap menerima keluhan masyarakat terkait masalah pendidikan ini," ujarnya
Dijelaskan Tamtama, sejumlah keluhan yang diutarakan warga, mulai dari banyaknya warga sekitar yang tidak bisa diakomodir dalam zonasi.
Hingga masalah biaya sekolah yang tinggi, hingga warga sekitar tidak bisa masuk sekolah tersebut karena terbentur soal dana.
"Karena biaya sekolah didekat rumahnya mahal. Maka banyak juga warga yang daftar ke SMA lain yang letaknya lebih jauh, tapi biayanya murah. Nah masalah ini diharapkan untuk dicarikan solusinya juga," jelas Tamtama.
Sementara itu, Akademisi UIN Raden Fattah Palembang, Madi Apriadi angkat bicara.
Menurut pandangannya, sistem zonasi pendidikan dengan tentu perlu diperhatikanmemperhatikan aspek positif dan negatif yang ada.