Meskipun status kekhalifahan Muawiyah masih diperdebatkan, kepemimpinannya dianggap sebagai rahmat bagi umat.
Terlepas dari polemik seputar status kekhalifahannya, Muawiyah dianggap sebagai pemimpin yang mampu membawa kesatuan dalam perpecahan umat.
BACA JUGA:Kisah Sahabat Nabi Muawiyah bin Abu Sufyan (Bagian 11)
BACA JUGA:Bulan Suci Ramadhan: Berkah, Disiplin, dan Keseimbangan
Ibn Taimiyah bahkan menyebutnya sebagai salah satu raja terbaik bagi umat Muslim.
Di bawah kepemimpinannya, umat yang sebelumnya terpecah belah kembali bersatu, dan pertempuran besar antar-Muslimin berhasil dihindari.
Muawiyah memindahkan ibu kota ke Damaskus, mengingat luasnya wilayah kekuasaannya yang meluas hingga tiga benua.
Damaskus kemudian menjadi salah satu pusat kejayaan Islam, bersama dengan kota-kota besar lainnya seperti Baghdad, Kordoba, Kairo, dan Istanbul.
Selama masa pemerintahannya, Muawiyah mendorong pembangunan dan penaklukan wilayah baru, termasuk Afrika Utara, India, dan Turkistan.
Ia juga mengembangkan sistem pemerintahan yang kokoh, meliputi bidang ekonomi, militer, administrasi negara, dan pengadilan.
Dinasti Umayah yang dibangun olehnya bertahan selama 89 tahun, mencerminkan keberhasilan dan kestabilan dalam pemerintahan.
Damaskus, sebagai ibu kota baru, menjadi simbol kejayaan dan kedigdayaan umat Islam di masa itu.
Kisah perjalanan Muawiyah bin Abu Sufyan mencerminkan peran pentingnya dalam sejarah Islam, sebagai seorang pemimpin yang mampu mengatasi perpecahan dan membawa kesatuan serta kemajuan bagi umat.
Dengan kepemimpinan yang bijaksana, ia meninggalkan warisan berupa Dinasti Umayah yang kuat dan stabil, serta membuka jalan bagi ekspansi dan perkembangan Islam di berbagai belahan dunia.(*/bersambung)