Pada masa sidang Agustus-September 2025 ini, Komisi III DPR memaksimalkan untuk menerima aspirasi yang sebanyak-banyaknya dari masyarakat tentang KUHAP, termasuk kunjungan ke sejumlah daerah yang dilakukan juga beragendakan menyerap aspirasi soal KUHAP.
"Prinsipnya kami tidak terburu-buru dan menghindari adanya pihak-pihak yang terabaikan dalam penyusunan KUHAP ini," kata Dede saat membuka rapat dengar pendapat dengan Kementerian HAM dan Komnas HAM di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/9).
Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas meminta kepada Komisi III DPR RI agar revisi atau Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memfasilitasi hak-hak penyandang disabilitas.
Peneliti Pusat Studi Hukum Kebijakan Indonesia yang mewakili koalisi tersebut, Fajri Nursyamsi mengatakan penyandang disabilitas saat ini mempunyai posisi lebih kuat usai adanya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Sehingga penyandang disabilitas merupakan bagian dari keragaman sebagai warga negara yang juga berpotensi berurusan dengan hukum, baik sebagai saksi atau korban.
"Ketika ada kewajiban bagi penyandang disabilitas, perlu difasilitasi pelaksanaannya, untuk menghadiri sebuah pemeriksaan, banyak hal yang perlu disiapkan, terkait mobilitas, bagaimana berkomunikasi dan lain-lain," kata Fajri saat audiensi dengan Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (29/09/2025).
Dia mengatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki kewajiban sebagai warga negara untuk taat kepada hukum. Begitu pula negara atau aparat penegak hukum yang juga wajib melindungi para penyandang disabilitas.
Saat ini, menurut dia, masih ada hambatan-hambatan yang muncul karena lingkungan yang tidak aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas. Maka dia meminta agar revisi KUHAP menghilangkan hambatan-hambatan tersebut.
"Perlu untuk difasilitasi agar penyandang disabilitas yang memberi kesaksian itu bisa untuk memberikan sebenar-benarnya dan juga memberikan kesaksian secara mandiri," kata dia.
Untuk itu, dia pun merekomendasikan empat poin untuk revisi KUHAP agar bisa mengakomodir hak-hak penyandang disabilitas.
Empat poin itu, yang pertama adalah terkait pengakuan penyandang disabilitas sebagai saksi, kedua adalah penyediaan akomodasi yang layak, ketiga adalah kesetaraan bobot kesaksian, dan yang keempat adalah penyesuaian definisi dan konsep dengan perspektif disabilitas.
"Catatan kami, akomodasi yang layak ini bukan hanya sekedar prosedur administrasi, tapi dia adalah bagian dari hukum acara, dia adalah bagian di mana hak penyandang disabilitas bisa terfasilitasi untuk memberikan kesaksian, itu sangat menentukan," katanya.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan dibahas setelah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tak lama lagi akan rampung.
"Dalam waktu tidak berapa lama lagi itu (KUHAP) akan disahkan, setelah itu baru kita mulai dengan perampasan aset," kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta.
Dia menjelaskan bahwa UU Perampasan Aset nantinya tidak boleh bertabrakan dengan UU yang lainnya.
Maka dari itu, dia mengatakan bahwa Badan Keahlian DPR RI tengah mempersiapkan draf RUU dengan mengompilasikan dan menyinkronisasikan agar menjadi UU yang kuat.