Mengenang Acil Bimbo: Dari Musisi Legendaris hingga Pecinta Lingkungan

Selasa 02 Sep 2025 - 10:39 WIB
Reporter : Echi
Editor : Zen Kito

Ia pernah menegaskan bahwa orang Sunda sulit menemukan literatur kuat mengenai kebudayaannya.

“Orang Sunda lebih cenderung memegang budaya lisan dibandingkan budaya tulis. Inilah yang membuat referensi tentang kesundaan terbatas,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Tasikmalaya, 2009.

Ia juga prihatin melihat masyarakat Sunda mulai kehilangan sifat “someah” (ramah tamah) dan gotong royong, tergantikan individualisme.

Ia mengingatkan pentingnya kembali pada nilai-nilai luhur:

Ngajaga lembur (menjaga kampung)

Akur jeung dulur (bersahabat dengan sesama)

Panceug dina galur (patuh pada aturan dan etika)

Pesan moral itu kerap ia ulang, menegaskan bahwa musik dan budaya adalah satu kesatuan dalam membangun peradaban bangsa.

Kecintaan Acil terhadap lingkungan diwujudkan lewat kiprahnya di LSM Bandung Spirit, di mana ia menjabat sebagai ketua pada tahun 2000.

Salah satu isu yang kerap ia suarakan adalah kondisi hutan di Jawa Barat, terutama kawasan Gunung Tangkubanparahu yang merupakan bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU).

Ia menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah hutan lindung sehingga harus dijaga dari pembangunan yang merusak ekosistem.

Kritiknya tajam, tapi selalu dibarengi solusi berbasis kearifan lokal.

“Alam tidak bisa hanya dipandang sebagai lahan ekonomi. Ada ruh, ada budaya, ada kehidupan yang harus dijaga,” ucapnya dalam sebuah wawancara.

Kepergian Acil Bimbo meninggalkan duka mendalam, bukan hanya bagi keluarga besar Bimbo, tetapi juga bagi Indonesia.

Ia adalah contoh seniman yang tidak berhenti pada panggung musik, melainkan menjangkau dunia budaya, sosial, dan lingkungan.

Banyak generasi muda mengenalnya bukan hanya lewat musik, tetapi juga lewat sikap kritis dan kecintaannya pada bumi.

Kategori :