Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal

Jumat 04 Jul 2025 - 19:59 WIB
Reporter : Bambang Samudera
Editor : Dahlia

Dia menilai bahwa dalam putusan tersebut, MK mengambil peran sebagai positive legislator yang merupakan tugas DPR RI.

BACA JUGA:Generasi Qurani Jawaban Tantangan Digital

BACA JUGA: Navigasi Bijak Teknologi Jadi Kunci Keharmonisan Keluarga di Era Digital

"Sejatinya MK adalah negative legislator, yang berarti menyatakan suatu permohonan melanggar atau tidak, itu saja. Setelah dinyatakan melanggar, bagaimana jalan keluar, itu diserahkan ke pembuat undang-undang," kata dia.

Sementara itu, Komisi III DPR RI mengundang tiga ahli, praktisi, akademisi, untuk meminta pandangannya mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu antara pemilu lokal dan pemilu nasional.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa putusan MK tersebut menimbulkan polemik di masyarakat, terkait indikasi MK telah melampaui kewenangannya soal open legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.

"Adanya anggapan bahwa MK telah mengubah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 terkait kewenangannya dan pelaksanaan pemilu/pilkada, serta adanya indikasi inkonsistensi putusan tersebut terhadap dua putusan MK sebelumnya," kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Jumat (04/07/2025).

Dengan berbagai polemik itu, menurut dia, Komisi III DPR RI membutuhkan pandangan dan masukan dari para ahli demi menjalankan fungsi pengawasan.

Pasalnya, kata dia, MK merupakan mitra kerja dari Komisi III DPR.

Adapun tiga ahli tersebut di antaranya Patrialis Akbar selaku advokat dan mantan hakim MK, Taufik Basari selaku Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI, dan Valina Singka Subekti selaku akademisi dari Universitas Indonesia.

Dia menjelaskan bahwa Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 tersebut memutuskan agar mulai 2029, penyelenggaraan pemilu dipisah antara pemilu DPR RI, DPD RI, Presiden dan Wakil Presiden sebagai pemilu nasional, dengan Pemilu DPRD Provinsi, DPRD Kota, DPRD Kabupaten, wali kota, dan bupati, sebagai pemilu lokal/daerah.

Dengan demikian, menurut dia, model pemilu lima kotak atau serentak yang juga merupakan hasil putusan MK sebelumnya, kini sudah tidak berlaku lagi.

"Jadi putusan MK lima kotak itu bersifat final, putusan kemarin juga bersifat final, nggak tahu yang final yang mana lagi," kata dia.

Terpisah, Pengamat politik dan kebijakan dari Universitas Brawijaya (UB) Andhyka Muttaqin menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah bisa berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi di daerah.

"Dengan pemisahan pemilu, isu lokal tidak akan tertutup oleh isu nasional, sebagaimana sering terjadi dalam pemilu serentak. Ini berdampak pada peningkatan kualitas demokrasi lokal," kata Andhyka di Kota Malang, Jawa Timur, Rabu (02/07/2025).

Putusan pemisahan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tertuang di dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2025.

Kategori :