Potensi Karhutla Makin Rawan, Sumsel Status Siaga

Rabu 21 May 2025 - 20:35 WIB
Reporter : Robiansyah
Editor : Dahlia

Sementara menyikapi status siaga karhutla yang telah ditetapkan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pengamat Hukum Hendra SH memberikan tanggapan serius terhadap potensi meningkatnya kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah musim pancaroba ini.

Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus menjadi bagian penting dalam upaya pencegahan, bukan hanya sebatas imbauan.

“Setiap tahun, kita menghadapi ancaman karhutla, dan salah satu pemicunya adalah praktik pembakaran lahan oleh oknum masyarakat maupun korporasi. Sudah cukup sosialisasi dan imbauan - sekarang saatnya tindakan tegas dan konsisten,” ujar Hendra saat diwawancarai di Palembang, Rabu (21/5).

Menurutnya, kerugian yang ditimbulkan oleh karhutla tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada kesehatan masyarakat, terganggunya aktivitas ekonomi, hingga merusak nama baik daerah di tingkat nasional dan internasional.

Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan harus dilakukan secara terbuka dan tidak pandang bulu.

“Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta KUHP sudah jelas mengatur sanksi bagi pembakar hutan dan lahan. Sanksinya bisa berupa pidana penjara hingga 10 tahun dan denda miliaran rupiah. Ini bukan pelanggaran ringan,” tegasnya.

Hendra juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap korporasi yang terbukti lalai dalam pengawasan konsesi lahan mereka.

“Kalau terbukti ada kebakaran di wilayah izin usaha mereka, dan tidak ada langkah penanggulangan, maka perusahaan tersebut bisa dikenai sanksi pidana dan administratif. Jangan sampai hukum hanya menyasar masyarakat kecil sementara korporasi dibiarkan," tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya pembuktian ilmiah dan digital, seperti penggunaan drone dan citra satelit untuk mengidentifikasi sumber api dan titik awal kebakaran.

Menurutnya, perkembangan teknologi seharusnya bisa memperkuat upaya penindakan.

Hendra mendorong agar pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan instansi lingkungan hidup bekerja lebih sinergis.

Ia juga menyarankan agar dibentuk satuan tugas khusus yang tidak hanya fokus pada pemadaman, tetapi juga investigasi hukum terhadap setiap kasus karhutla yang muncul.

“Sudah saatnya kita tidak hanya reaktif saat api sudah muncul. Penegakan hukum adalah bentuk pencegahan paling kuat. Kalau pelaku tahu akan ditindak tegas, mereka akan berpikir dua kali,” pungkasnya.

Sebelumnya,  Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ogan Ilir mencatat sedikitnya 5,7 hektare lahan telah terbakar sepanjang tahun 2025 ini. 

Kebakaran lahan tersebut terjadi di beberapa titik, yang mayoritas merupakan kawasan rawan seperti lahan gambut.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Ogan Ilir, Edi Rahmat, mengungkapkan bahwa titik kebakaran tersebar di sejumlah wilayah, di antaranya berada di Desa Muara Baru, Kecamatan Pemulutan, wilayah Palemraya, serta Desa Sungai Rambutan, Kecamatan Indralaya Utara. 

Kategori :