"Menerima suap saja dilarang, apalagi memeras masyarakat. Jelas ini tindak pidana. Kalau tidak segera ditindak, kepercayaan publik terhadap media bisa runtuh," tegasnya.
BACA JUGA:Tekankan Integritas dan Pelayanan Masyarakat
Lebih jauh, Oleh menilai bahwa fenomena premanisme berkedok wartawan merupakan bentuk perusakan terhadap demokrasi, karena menggiring opini publik melalui narasi bohong dan tekanan psikologis. Hal ini berbahaya jika dibiarkan karena bisa menimbulkan ketakutan, ketidakpercayaan publik terhadap media, dan rusaknya tatanan informasi di masyarakat.
Ia juga menyoroti bahwa bentuk kekerasan yang dilakukan tidak hanya fisik, tetapi juga verbal melalui pencemaran nama baik, penyebaran hoaks, dan framing negatif di media sosial.
Oleh Soleh menyatakan dukungannya terhadap pembentukan Satgas Antipremanisme oleh pemerintah, yang dinilainya perlu diberi kewenangan lebih dalam menghadapi bentuk-bentuk kejahatan baru, termasuk "preman digital" yang memanfaatkan label media untuk mencari keuntungan pribadi.
"Premanisme itu sekarang tidak hanya di jalanan. Ia hadir di ruang digital, lewat media abal-abal, dengan cara yang tidak kalah kejam. Kita harus lawan bersama-sama," pungkasnya. (ant)