“Tiga juta rumah ini bukan angka sembarangan. Ini adalah bentuk keberpihakan negara kepada masyarakat kecil,” ujar Fahri.
Fahri juga mengingatkan bahwa keberhasilan program sangat bergantung pada keakuratan data dari pemerintah daerah.
Oleh sebab itu, ia meminta seluruh kepala daerah dan dinas terkait agar melakukan pendataan yang rinci dan akurat terkait kebutuhan rumah dan jumlah rumah tidak layak huni di daerah masing-masing.
“Kalau datanya tidak akurat, maka programnya juga tidak akan tepat sasaran,” katanya.
Lebih dari sekadar membangun rumah fisik, pemerintah juga menaruh perhatian serius pada pembangunan kawasan permukiman yang sehat dan layak huni.
Fahri menekankan bahwa rumah yang bagus tidak akan berarti jika berada dalam lingkungan yang kumuh dan tidak mendukung kesejahteraan penghuninya.
“Kalau rumahnya bagus tapi lingkungannya buruk, rumahnya bisa ikut memburuk. Tapi kalau kawasannya diperbaiki, biasanya rumah-rumah di dalamnya juga akan ikut baik,” kata Fahri.
Sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi nyata dari berbagai pihak dalam mendukung program tiga juta rumah, Kementerian PKP memberikan piagam penghargaan kepada sejumlah instansi dan perusahaan yang telah aktif membantu, antara lain:
• Pemerintah Provinsi Aceh,
• PT Adaro,
• Yayasan Buddha Tzu Chi, dan
• PT Berau Coal.
Penghargaan ini menjadi simbol bahwa kolaborasi antara pemerintah dan sektor non-pemerintah merupakan kunci utama percepatan pembangunan nasional.
Rakortek Perumahan Perdesaan 2025 menjadi momentum penting dalam memperkuat sinergi antar-kementerian dan antar-level pemerintahan, guna menjawab kebutuhan mendesak akan perumahan layak huni yang merata di seluruh Indonesia.
Dengan keterlibatan aktif Kemendagri dan Kementerian PKP, serta dukungan para kepala daerah, program tiga juta rumah diharapkan tak hanya menjadi proyek infrastruktur semata, tetapi ikon kehadiran negara dalam menjamin hak dasar masyarakat akan tempat tinggal yang layak. (ant)