Tak hanya dijual di warung, kini ubi goreng juga mulai masuk ke pasar digital.
Banyak UMKM yang memasarkan camilan ini melalui media sosial dan platform daring, lengkap dengan berbagai inovasi rasa seperti ubi goreng keju, ubi goreng balado, hingga ubi goreng karamel.
Inovasi dalam penyajian ubi goreng menjadi daya tarik tersendiri bagi generasi muda. Beberapa kedai kopi dan kafe di kota-kota besar bahkan memasukkan ubi goreng sebagai menu camilan mereka, dengan penyajian yang lebih modern.
Misalnya, ubi goreng yang disajikan dengan saus cokelat, madu, atau topping keju mozzarella.
"Awalnya kami hanya coba-coba, tapi ternyata menu ubi goreng keju kami justru paling laris," kata Andi, pemilik sebuah kafe kecil di Bandung. “Orang-orang suka karena rasanya familiar, tapi tetap kekinian.”
Selain lezat, ubi juga dikenal kaya akan nutrisi. Ubi jalar, misalnya, mengandung vitamin A, vitamin C, serat, dan antioksidan yang baik untuk tubuh.
Sementara singkong, meskipun tinggi karbohidrat, juga menyediakan energi yang cukup tinggi bagi tubuh, menjadikannya pilihan camilan yang mengenyangkan dan sehat bila dikonsumsi dengan bijak.
Ahli gizi dari Universitas Indonesia, Dr. Fitriani, menjelaskan bahwa mengonsumsi ubi dalam bentuk gorengan sebaiknya dibatasi karena proses penggorengan meningkatkan kadar lemak jenuh.
Namun, jika digoreng dengan minyak sehat dan tidak berlebihan, ubi goreng tetap bisa menjadi pilihan camilan yang menyehatkan.
Ubi goreng telah menjadi bagian dari identitas kuliner Nusantara.
Di berbagai daerah, camilan ini hadir dengan nama dan gaya berbeda.
Di Jawa Tengah, misalnya, ubi goreng biasa disebut “ubi kletik” dan kadang dibumbui dengan sedikit garam. Di Sumatera Barat, ubi goreng disajikan dengan sambal pedas sebagai pelengkap sarapan pagi.
Kehadiran ubi goreng juga sering dijumpai dalam berbagai acara keluarga, hajatan, hingga perayaan hari besar keagamaan.
Ini menunjukkan bahwa camilan ini tidak hanya digemari karena rasa, tetapi juga karena nilai budaya dan tradisinya.
Pemerhati kuliner tradisional, Sinta Puspitasari, mengingatkan pentingnya menjaga eksistensi makanan-makanan sederhana seperti ubi goreng.
“Kita sering kali terlalu fokus pada makanan luar negeri, padahal di sekitar kita ada banyak sekali camilan tradisional yang tak kalah enak dan punya nilai historis,” ujarnya.