“Kami telah melakukan kajian bersama terkait kenaikan pajak hiburan ini, dan hasilnya cukup positif. Tidak ada keluhan atau keberatan dari pelaku usaha hiburan di Palembang,” ujar Taufik lagi.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah bersama dengan DPRD Palembang telah berkomunikasi secara intensif dengan pelaku usaha hiburan sebelum mengambil keputusan ini.
Taufik menegaskan bahwa penerimaan dari kenaikan pajak hiburan akan dialokasikan untuk program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
“Ini adalah langkah strategis untuk mendukung pembangunan di Palembang. Kita perlu menjaga keseimbangan antara keberlanjutan usaha hiburan dan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Terpisah Kepala Bapenda Kota Palembang, Herly Kurniawan mengatakan, sesuai dengan Ketentuan mengenai pajak hiburan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), memang nantinya ada perubahan pajak hiburan.
“Tidak ada lagi karaoke keluarga, jadi kita anggap satu jenis saja. Karaoke tempat hiburan. Pajak yang kita kenakan,naik menjadi 40 persen,” kata Herly.
Kebijakan ini lanjut dia, mengacu pada UU No 1 Tahun 2002. "Ini sudah kita sosialisasikan, kepada pelaku hiburan,” ujarnya.
Sementara itu, dilansir dari laman resmi Ikatan Akuntan Indonesia Jakarta, Direktorat jenderal Pajak Kementerian Keuangan menjelaskan, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa adalah wewenang pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai pajak hiburan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Mengutip Buku Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, terdapat daftar objek pajak hiburan yakni karaoke dan spa termasuk di dalamnya antara lain tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya. ***