Ia menambahkan bahwa timnya tengah melakukan pendalaman, terutama untuk memastikan apakah pelaku dugaan kekerasan tersebut benar berasal dari jajaran ajudan Kapolri atau dari unsur pengamanan lain.
“Sedang saya minta untuk telusuri, karena saya juga baru tahu setelah muncul di media. Sepertinya bukan ajudan, namun dari perangkat pengamanan,” tambahnya.
Menanggapi insiden ini, Direktur Pemberitaan LKBN Antara, Irfan Junaidi, menyampaikan pernyataan keras yang menyesalkan insiden kekerasan terhadap jurnalisnya.
BACA JUGA: Wartawan Dilarang Masuk Acara Pelantikan Anggota Dewan Muara Enim
Ia menilai bahwa peristiwa semacam ini seharusnya tidak terjadi, apalagi ketika wartawan hanya menjalankan tugas jurnalistik sesuai dengan etika dan tanggung jawab profesi.
“Insiden seperti ini kenapa harus terulang? Sangat disesalkan. Teman-teman pers sedang menjalankan tugas untuk membantu memberitakan kegiatan Kapolri,” ujar Irfan.
Irfan menegaskan bahwa LKBN Antara akan meminta pertanggungjawaban dari pihak Polri dan mendesak agar oknum yang terlibat dalam dugaan kekerasan tersebut diproses sesuai aturan dan hukum yang berlaku.
“Oknum yang bersangkutan harus diproses secara transparan. Insiden ini juga harus menjadi koreksi agar ke depan tidak terulang kembali,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pers adalah mitra strategis pemerintah, termasuk Polri, dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
Kekerasan terhadap jurnalis tidak hanya melukai insan pers, tetapi juga mencederai prinsip demokrasi dan kebebasan pers.
Pewarta foto MZ yang menjadi korban dugaan kekerasan tersebut turut buka suara.
Dalam keterangannya, MZ mengisahkan kronologi kejadian saat ia meliput kegiatan Kapolri di Stasiun Tawang.
Menurutnya, saat itu Kapolri tengah menyapa pemudik difabel dan lansia di peron stasiun.
Setelah itu, rombongan direncanakan melakukan inspeksi ke dalam gerbong kereta.
“Saat ajudan Kapolri meminta agar media membuka jalan, saya sudah berinisiatif untuk menjauh agar tidak menghalangi,” ungkap MZ.