TERIK matahari menyilaukan para warga mencuci pakaian di embung yang masih memiliki cadangan air.
Sebagian lainnya mengisi jerigen untuk dibawa pulang ke rumah. Bahkan ada warga yang mulai membeli air bersih guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sejak memasuki musim kemarau, berbagai wilayah di Sulawesi Selatan mulai merasakan dampak kekeringan. Area persawahan mulai mengering.
BACA JUGA:KPU Sumsel Pastikan Keamanan Logistik Pemilu
Sebagian dialih fungsikan untuk menanam palawija, sebagian lainnya hanya menjadi lahan tidur.
Puluhan embung yang menjadi sumber air bersih warga di Kecamatan Bontoa, Kabupten Maros, Sulsel, pun telah kering.
Tak ayal krisis air bersih melanda daerah itu.
Fenomena El Nino akibat meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur memperparah dampak kemarau tahun ini.
BACA JUGA:Tidak Lolos Tes Kesehatan Dinyatakan TMS
Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulsel pada dasarian II September 2023, sebagian wilayah di pesisir barat dan selatan Provinsi Sulsel masuk kategori kekeringan ekstrem dengan hari tanpa hujan (HTH) lebih dari 60 hari.
Musim kemarau tahun ini yang diperkirakan lebih kering dibanding tiga tahun sebelumnya, mengakibatkan krisis air bersih meluas di sejumlah wilayah.
Sedikitnya delapan kecamatan yang terdampak di Kota Makassar.
BACA JUGA:Ketua Bawaslu Tepis Tuduhan Konflik Kepentingan di Seleksi Daerah
Produksi air PDAM di daerah itu menurun hingga 50 persen atau sekitar 500-800 liter per detik dari normalnya 1.300 liter per detik.
Disebabkan oleh penurunan debit air secara drastis di Bendung Leko Pancing, Kabuten Maros, yang menjadi salah satu sumber air baku PDAM Makassar.