Menurut Edward, permasalahan ini akan segera diidentifikasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan masing-masing pihak, baik provinsi maupun kabupaten.
“Kita akan identifikasi mana yang menjadi kewenangan provinsi dan memasukkannya ke dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Daerah (LKPD) untuk dibahas bersama DPRD Sumsel. Pergub-nya sudah ada, dan kami akan melibatkan OPD serta stakeholder terkait untuk menindaklanjutinya,” ujar Edward kepada wartawan.
Edward menambahkan bahwa Pergub No. 74 Tahun 2018 sebenarnya sudah mengatur larangan angkutan batubara melintasi jalan umum.
Namun, implementasinya memerlukan koordinasi lintas sektor serta pengawasan ketat agar aturan tersebut benar-benar dijalankan di lapangan.
“Kami juga akan meninjau ulang kesiapan perusahaan dalam menyediakan jalur khusus yang selama ini menjadi solusi permanen atas permasalahan ini,” tambahnya.
Peraturan Gubernur Sumsel No. 74 Tahun 2018 dibuat sebagai langkah konkret untuk mengurangi dampak negatif dari angkutan batubara.
Dalam peraturan tersebut, angkutan batubara dilarang keras melintas di jalan umum, dan pihak perusahaan diwajibkan membangun jalur khusus untuk transportasi batubara.
Masa toleransi pun sempat diberikan agar perusahaan dapat menyesuaikan kebijakan tersebut.
Namun, hingga saat ini, banyak perusahaan yang belum merealisasikan jalur khusus tersebut, sehingga angkutan batubara masih terus melintasi jalan umum.
Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi korban dari kebijakan yang belum sepenuhnya dijalankan.
Kalau aturan tidak ditegakkan, dampaknya bukan hanya kemacetan, tapi juga kerusakan infrastruktur jalan yang akan membebani anggaran pemerintah daerah untuk perbaikan jalan.
Alfrenzi berharap Pemprov Sumsel harus bersikap lebih tegas dengan memberikan sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan.
Selain itu, koordinasi antara Pemprov, pemerintah kabupaten/kota, dan aparat penegak hukum perlu ditingkatkan agar kebijakan ini dapat berjalan dengan efektif.
Masyarakat di sepanjang jalur Lahat-Palembang tentu berharap agar permasalahan ini segera diselesaikan.
Salah satu warga Desa Merapi, Sarman (45), mengaku sangat terganggu dengan aktivitas angkutan batubara yang melintas setiap malam.
“Setiap malam jalan penuh sama truk batubara. Debu beterbangan, suara bising, dan jalannya jadi rusak. Kami berharap pemerintah serius menyelesaikan masalah ini,” ujarnya.