KORANPALPOS.COM - Sepanjang tahun 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap Perempuan dan anak di Kota Prabumulih, mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kota Prabumulih, Eti Agustina, SKM, MKes, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Senin, 9 Desember 2024.
Dikatakannya, berdasarkan catatan DP2KBP3A melalui UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), hingga November 2024, tercatat hanya ada 9 kasus kekerasan terhadap anak. Ini merupakan penurunan yang signifikan, mengingat pada tahun 2023 terdapat 31 kasus atau berkurang sebanyak 22 kasus.
Dalam penjelasannya, Eti Agustina menekankan bahwa penurunan ini menunjukkan kemajuan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak di Kota Prabumulih. “Jadi dibandingkan dengan dua tahun terakhir, terjadi penurunan yang cukup drastis. Pada tahun 2023 tercatat sebanyak 31 kasus kekerasan terhadap anak, sedangkan tahun 2022 tercatat 16 kasus,” bebernya.
Jenis kekerasan yang dilaporkan terhadap anak mencakup berbagai bentuk, mulai dari bullying, tawuran, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual. “Data ini menunjukkan bahwa meskipun ada penurunan, masih ada tantangan besar dalam menangani berbagai bentuk kekerasan yang menyasar anak-anak,” imbuhnya.
BACA JUGA:Proyek Normalisasi dan Pembangunan Talud Sungai Kelekar Tuai Pro-Kontra
BACA JUGA:Beri Layanan Gratis Deteksi Dini Kanker
Sementara, untuk kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Prabumulih kata Eti Agustina, juga menunjukkan tren penurunan. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 6 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini menurun dari 13 kasus pada tahun 2023 dan 11 kasus pada tahun 2022.
Menurut Eti Agustina, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi dominasi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan. "Untuk kasus kekerasan terhadap perempuan, KDRT adalah yang paling mendominasi. Kami terus berupaya memberikan pendampingan kepada korban agar mereka merasa aman dan mendapatkan keadilan," ungkapnya.
Salah satu aspek penting yang ditekankan oleh Eti Agustina adalah proses pendampingan yang dilakukan oleh DP2KBP3A. Pendampingan ini tidak hanya meliputi bantuan hukum untuk memastikan para pelaku mendapatkan keadilan, tetapi juga mencakup aspek psikologis bagi para korban. Pendampingan psikologis ini sangat penting untuk membantu korban pulih dari trauma yang dialami.
"Selain mendampingi secara hukum dengan memastikan para pelaku diadili agar memberi efek jera, kami juga memberikan pendampingan untuk pemulihan kondisi para korban. Mereka perlu merasakan dukungan dan perhatian dari masyarakat, terutama setelah melewati pengalaman yang menyakitkan," lanjutnya.
BACA JUGA:Seleksi SDM Berkualitas dan Berintegritas
BACA JUGA:LLDikti Wilayah II Bina 166 PTS di 4 Provinsi Sumbagsel
Meskipun ada penurunan yang signifikan dalam jumlah kasus, Eti Agustina mengakui bahwa masih ada banyak korban yang takut untuk melapor. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihaknya dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kami menyadari bahwa banyak korban yang masih merasa takut untuk melapor. Untuk itu, kami mengimbau masyarakat agar tidak takut melapor kepada pihak berwenang. Kami di Dinas P2KBP3A melalui UPTD PPA juga menyediakan layanan konsultasi sebagai upaya untuk mencegah agar tidak terjadi permasalahan pada anak dan perempuan, termasuk KDRT," imbaunya.