Produk bata merah ini diimpor ke berbagai wilayah, termasuk ke Palembang dan daerah-daerah kolonial lainnya.
Keberadaan batu bata ini memperkaya nilai sejarah situs Goa Belanda sebagai saksi bisu masa penjajahan.
Situs Goa Belanda yang memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata sejarah ini sayangnya kini terbengkalai tanpa perawatan.
Tidak ada tanda-tanda upaya konservasi dari pihak terkait, sehingga situs ini rentan mengalami kerusakan lebih lanjut.
Dikutip dari berbagai sumber, Alamudin, pemilik tanah di sekitar situs ini, berharap agar pemerintah daerah maupun pihak-pihak berwenang segera mengambil langkah untuk melindungi dan merawat situs berharga ini.
Alamudin menyebutkan bahwa selain reruntuhan bangunan dan goa, terdapat jejak-jejak bekas aktivitas Belanda di situs ini.
Sebagai saksi bisu sejarah, situs ini bisa dijadikan tempat edukasi bagi generasi muda untuk mengenal lebih dalam tentang masa kolonial di Indonesia.
Situs Goa Belanda bukan hanya menarik dari sisi sejarah, tetapi juga dianggap menyimpan kisah mistis yang menarik perhatian masyarakat sekitar.
Tidak jarang terdengar cerita-cerita seram dari para pengunjung yang pernah datang ke lokasi ini.
Aura mistis dari situs ini semakin kuat karena usia dan kondisi bangunan yang sudah rusak. Konon, suara-suara aneh dan perasaan tidak nyaman sering dirasakan oleh mereka yang memasuki area goa.
Beberapa penduduk setempat juga menganggap tempat ini angker dan perlu dihormati.
Selain kisah mistis, kehadiran Goa Belanda ini juga sering dikaitkan dengan cerita sejarah tentang penggunaan tenaga kerja paksa oleh kolonial Belanda.
Seperti di banyak lokasi peninggalan kolonial lainnya, goa ini mungkin menjadi saksi bisu dari penderitaan para pekerja lokal yang dipekerjakan paksa untuk kepentingan kolonial.
Secara fisik, bagian dalam Goa Belanda ini tidak begitu besar, tetapi cukup untuk menjadi tempat penyimpanan atau persembunyian.