KORANPALPOS - Digitalisasi di Indonesia terus berkembang pesat, khususnya di sektor keuangan.
Masyarakat kini semakin mudah mengakses layanan dan produk keuangan atau melakukan aktivitas keuangan, hanya melalui telepon genggam atau smartphone.
Namun, sepertinya masyarakat kurang menyikapi perkembangan teknologi itu secara cerdas dan bijak.
Mereka masih banyak yang mengakses layanan keuangan berupa pinjaman, investasi, dan pegadaian ilegal.
BACA JUGA:Pemkot Palembang Latih Pemuda Membuat Aksesoris dari Logam
BACA JUGA:Mendiktisaintek: Indonesia Emas Perlu Dukungan Pola Pikir Ilmiah
Entah karena kebutuhan atau sekedar memenuhi life style atau gaya hidup.
Mengapa disebut layanan keuangan digital ilegal? Itu karena usaha tersebut tidak terdaftar dan mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
OJK telah membuka diri untuk diakses masyarakat tentang status suatu layanan keuangan.
Dampak nyata bagi yang mengikuti layanan ilegal itu, antara lain, kerugian finansial dan hilangnya kenyamanan karena teror penagih utang serta masalah sosial lainnya.
BACA JUGA:Menpora Tinjau Sejumlah Venue pada Hari Pertama Peparnas
BACA JUGA:Peparnas 2024, Parade Puncak Event Olahraga Era Presiden Joko Widodo
Beberapa waktu lalu, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya Satgas Waspada Investasi) kembali mengabarkan tentang temuan mereka.
Menurut Satgas, pada periode Agustus hingga September 2024, pihaknya menemukan 400 entitas pinjaman online ilegal di sejumlah situs dan aplikasi serta 30 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Satgas PASTI juga memblokir 68 tawaran investasi ilegal terkait penipuan yang dilakukan oleh oknum dengan modus meniru atau menduplikasi nama produk, situs, maupun sosial media milik entitas berizin dengan tujuan untuk melakukan penipuan (impersonation).