Saksi mata di tempat kejadian, seorang warga bernama Ajat, berusaha melerai dan menghentikan tindakan Jufri.
Setelah itu, Ajat membawa Jufri keluar dari rumah korban, namun pelaku langsung meninggalkan lokasi dengan tergesa-gesa.
Kapolres OKU Timur, AKBP Kevin Leleury, melalui Kasat Reskrim AKP Mukhlis, membenarkan kejadian tersebut.
BACA JUGA:4 Hari Kematian Yongki Ariansyah : Pelaku Masih Berkeliaran, Ini Penjelasan Kapolres Ogan Ilir !
BACA JUGA:3 Perampok Bersenjata Api di Minimarket Dibekuk : Begini Modus Pelaku Beraksi !
"Saat ini, pelaku sedang dalam proses pencarian dan kami telah menyebar anggota untuk menemukan serta menangkap yang bersangkutan. Pengusutan kasus ini akan dilakukan sesuai prosedur," ujar AKP Mukhlis, Sabtu 26 Oktober 2024.
Akibat kejadian tersebut, Ali Fathan mengalami luka serius di beberapa bagian tubuhnya. Luka tusuk ditemukan di sela-sela jari tangan kanan, paha kiri bagian atas lutut, serta betis kaki kiri bagian luar.
Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa kondisi korban cukup parah, bahkan arteri pada kaki kirinya mengalami kerusakan yang cukup serius.
Saat ini, Ali tengah dirawat secara intensif dan segera dirujuk ke rumah sakit di Palembang untuk penanganan lebih lanjut karena kondisinya yang kritis.
Dugaan sementara dari pihak kepolisian menunjukkan bahwa insiden ini mungkin dipicu oleh perselisihan yang telah berlangsung antara korban dan pelaku sebelumnya.
Berdasarkan hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa beberapa hari sebelum kejadian, pelaku pernah memperingatkan Ali untuk tidak lagi mengadakan salat Jumat di Masjid Darussalam, tempat Ali bertugas sebagai marbot.
Sebagai kepala desa, Jufri menginginkan agar masyarakat Desa Sidodadi beribadah Jumat di masjid jami’ Sabilil Muttaqin, masjid lama yang menurut pelaku lebih tepat sebagai lokasi utama untuk salat Jumat agar masyarakat desa terfokus pada satu masjid.
Namun, adanya perbedaan pendapat mengenai pilihan masjid ini diduga menjadi pemicu ketegangan antara keduanya.
Beberapa warga setempat mengungkapkan bahwa Jufri merasa berwenang sebagai kepala desa untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan, meskipun hal ini menimbulkan reaksi pro dan kontra dari masyarakat sekitar.
Menurut salah satu tokoh agama desa, konflik semacam ini seharusnya bisa diselesaikan melalui dialog yang damai, bukan dengan kekerasan.
Konflik antar individu atau kelompok dalam masyarakat desa yang memiliki banyak tempat ibadah bisa diselesaikan dengan musyawarah bersama tokoh agama, pemuda, dan warga setempat untuk menghindari potensi konflik yang bisa memecah-belah kerukunan di desa tersebut.