Lawang Kidul, seperti wilayah Sumatera Selatan pada umumnya, mayoritas penduduknya menganut agama Islam.
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, sekitar 97,55 persen penduduk Lawang Kidul adalah Muslim.
Meski mayoritas penduduk beragama Islam, kecamatan ini juga memiliki penduduk yang menganut agama lain seperti Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu.
Populasi umat Kristen, terutama Protestan, di Lawang Kidul mencapai 1,68 persen, sedangkan umat Katolik sebanyak 0,60 persen.
Umat Kristen di wilayah ini umumnya berasal dari suku pendatang seperti Batak, Nias, dan Minahasa.
Ada juga umat Buddha yang terdiri dari sekitar 0,16% dari total penduduk, serta umat Hindu yang jumlahnya sangat kecil, yaitu sekitar 0,01%.
Sejarah Lawang Kidul terkait erat dengan pembukaan tambang batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim.
Pada tahun 1919, kolonial Belanda mendirikan tambang ini, yang merupakan bagian dari strategi kolonial untuk mengelola dan mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia.
Batu bara dari tambang ini menjadi komoditas penting yang mendukung berbagai kebutuhan energi di Indonesia dan wilayah sekitarnya.
Kehadiran tambang ini menarik penduduk untuk bermukim di Lawang Kidul, dan infrastruktur seperti rumah sakit Bukit Asam juga mulai dibangun untuk mendukung kebutuhan karyawan dan masyarakat sekitar.
Selain terkenal sebagai pusat tambang batu bara, Lawang Kidul juga memiliki warisan sejarah religi yang signifikan.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah Lawang Kidul adalah Syekh Muhammad Ilyas Bin Abdullah Suryadiningrat, yang dikenal sebagai penyebar Islam di wilayah ini pada abad ke-13.
Berdasarkan keterangan dari Kepala Sumbai Marga Lawang Kidul, Temenggung Aryaguna Dedi Sigarmanudin, Syekh Muhammad Ilyas berasal dari Pulau Pari, Jawa, dan datang ke Lawang Kidul untuk menyebarkan agama Islam.
Makam Syekh Muhammad Ilyas menjadi salah satu simbol penting bagi masyarakat Lawang Kidul. Makam ini berlokasi di kawasan Tanjung Enim, dan kini dipandang sebagai salah satu potensi wisata sejarah religi yang dapat dikembangkan di daerah tersebut.
Pemerintah setempat telah mulai melakukan berbagai upaya untuk merawat dan memugar makam Syekh Muhammad Ilyas agar tetap menjadi bagian dari identitas sejarah Lawang Kidul.
Pemugaran makam ini juga menjadi simbol upaya masyarakat dan pemerintah dalam menjaga serta melestarikan warisan budaya dan agama di tengah tantangan modernisasi.