Sedangkan lahan terbakar berulang tahun 2019-2023 seluas 82 ribu hektare lebih," sambung Adios Syafri.
BACA JUGA:Momen HUT Ke-64, Pusri Santuni Anak 1500 Anak Yatim
BACA JUGA:Cukup untuk Empat Bulan, Stok Pangan Sumsel !
Sementara Yuliusman selaku perwakilan Walhi Sumsel yang juga tergabung dalam KMSAASS menegaskan jika Karhutla itu harus masuk ke dalam kejahatan lingkungan yang luar biasa.
Alasannya karena Karhutla itu selalu terjadi setiap tahunnya termasuk di Provinsi Sumsel ini. Anehnya kasus Karhutla ini sangat sulit untuk dituntaskan," tegas Yuliusman.
Diketahui, sejak awal Juni 2023, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) telah diselimuti bencana asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan (KARHUTLA).
Merespon kejadian tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Asap Provinsi Sumatera Selatan 2023 dibentuk.
Koalisi ini terdiri dari sepuluh organisasi masyarakat sipil di Sumsel, yang memiliki fokus pada penyelamatan lingkungan dan hutan, penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), serta pelayanan dan pembiayaan publik di provinsi tersebut.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Asap: Sejarah dan Perjalanan
Bencana asap yang melanda Sumsel seharusnya dapat diantisipasi, mengingat telah ada peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam siaran pers pada 27 Maret 2023, telah mengingatkan tentang cuaca kering fenomena El-Nino 4 tahunan.
Koalisi ini melibatkan anggota-anggota yang memiliki latar belakang dan kepedulian yang beragam, telah berupaya melakukan pendampingan, pembinaan, dan pelayanan adaptasi dampak bencana asap kepada masyarakat yang terdampak.
Pemantauan dan Sebaran Titik Panas
Koalisi secara intensif memantau sebaran titik panas (hotspot) dan lahan terbakar di provinsi Sumsel.
Hasil pemantauan periode 1 Januari hingga 30 November 2023 menunjukkan bahwa terdapat 6.231 titik panas, dengan 3.554 di antaranya berada di lahan gambut.
Secara nasional, Sumsel menempati posisi ketiga setelah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.