Kasus ini menunjukkan betapa seriusnya kejahatan seksual terhadap anak dan penyebaran konten pornografi di era digital.
Tersangka dikenakan beberapa pasal hukum, antara lain: Pasal 27 ayat 1 Jo 45 ayat 1 Pasal 52 ayat 1 UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 2024 tentang ITE.
Pasal ini mengatur tentang larangan distribusi dan akses konten asusila melalui media elektronik, yang diancam dengan hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Pasal 76E Jo Pasal 82 ayat 1 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal ini melarang tindakan kekerasan seksual terhadap anak, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Pasal 6 Huruf A Jo Pasal 15 Huruf G Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Pidana Kekerasan Seksual dan/atau Pasal 4 Ayat 1 Jo Pasal 29 serta Pasal 37 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Pasal-pasal ini mengatur tentang pelarangan produksi, penyebaran, dan penyimpanan materi pornografi, terutama yang melibatkan anak-anak.
Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya penegakan hukum terhadap kejahatan siber, khususnya yang melibatkan eksploitasi seksual terhadap anak.
Dalam era digital, konten-konten asusila dapat dengan mudah diperdagangkan lintas negara melalui berbagai platform daring, yang membuat tugas aparat penegak hukum semakin berat.
Pengungkapan kasus ini tidak lepas dari kerja sama yang kuat antara lembaga perlindungan anak internasional seperti NCMEC dan pihak kepolisian di Indonesia.
NCMEC, yang berpusat di Amerika Serikat, secara rutin melakukan patroli siber untuk mendeteksi aktivitas ilegal yang melibatkan eksploitasi anak.
Patroli siber tersebut berhasil menemukan jejak digital aktivitas tersangka, yang kemudian diteruskan kepada Polri dan Polda Sumsel untuk ditindaklanjuti.
"Kasus ini menjadi bukti bahwa kerja sama internasional sangat penting dalam mengungkap kejahatan siber yang melibatkan jaringan global. Dengan patroli siber yang dilakukan NCMEC, kami berhasil mengidentifikasi dan menangkap pelaku yang beroperasi di Indonesia," tambah Kompol Riska.
Ke depan, kerja sama lintas negara ini akan terus diperkuat, terutama dalam menghadapi ancaman kejahatan siber yang semakin berkembang pesat.
Patroli siber internasional, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, serta edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya eksploitasi seksual dan pornografi anak menjadi langkah-langkah penting yang harus terus diupayakan.
Kasus tukar-menukar video porno jaringan internasional yang melibatkan tersangka IV bin SR di PALI menunjukkan betapa berbahayanya kejahatan siber di era digital.