Jurnalis yang tidak profesional sering kali terjebak dalam perilaku melanggar hukum seperti menerima suap atau melakukan pemerasan.
Perilaku semacam ini sangat merusak citra profesi jurnalis yang seharusnya menjadi pilar penting dalam menjaga demokrasi dan kebebasan pers.
"Kami berharap, dengan adanya pengawasan dan sanksi tegas dari Dewan Pers, jurnalis abal-abal dapat diminimalisasi," ujar Asep.
Diskusi publik yang diadakan oleh Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel ini juga menghadirkan Direktur LBH Pers Makassar, Fajriani Langgeng.
Ia menyoroti bahwa banyak individu yang menyalahgunakan profesi jurnalis untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
"Profesi jurnalis sering kali disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Namun, yang berwenang menindak hal tersebut adalah Dewan Pers," jelas Fajriani.
Menurut Fajriani, mekanisme pelaporan terkait penyalahgunaan profesi jurnalis telah diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1 Tahun 2018 tentang Keanggotaan.
"Jika ada individu yang terlibat dalam pekerjaan jurnalis tetapi melanggar kode etik dan tidak menjalankan tugasnya secara profesional, maka organisasi profesi pers berhak mencabut keanggotaan atau melaporkannya ke Dewan Pers," tambahnya.
Dalam diskusi publik bertema “Peran Pers Dalam Pilkada Serentak”, Fajriani juga menggarisbawahi peran penting jurnalis dalam menjaga netralitas dan integritas selama proses pemilihan umum.
Pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki tanggung jawab besar dalam menyampaikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat.
Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah keberadaan jurnalis yang tidak profesional atau abal-abal.
Mereka sering kali memanfaatkan momen pemilu untuk kepentingan pribadi, seperti memeras kandidat atau pihak-pihak tertentu.
Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip dasar jurnalisme.
"Jurnalis yang bekerja secara profesional harus memegang teguh prinsip netralitas dan objektivitas. Tindakan-tindakan yang melanggar kode etik, terutama dalam konteks pemilu, harus dilaporkan ke Dewan Pers agar dapat ditindaklanjuti," jelas Fajriani.
Mekanisme pelaporan terkait penyalahgunaan profesi jurnalis telah disederhanakan oleh Dewan Pers.
Masyarakat, lembaga, atau individu yang merasa dirugikan oleh perilaku jurnalis dapat melaporkan kasus tersebut dengan menyertakan bukti-bukti yang ada, seperti identitas jurnalis, media tempatnya bekerja, dan dokumentasi tindakan yang dilakukan.