Pertama, ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan aparat penegak hukum tentang kekerasan berbasis gender, termasuk perampasan hak asuh anak.
Edukasi mengenai hak perempuan dan anak perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih paham akan konsekuensi hukum dari tindakan seperti ini.
Kedua, Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk menyediakan layanan dukungan psikologis bagi perempuan yang mengalami perampasan hak asuh anak.
Ini penting untuk membantu mereka pulih dari trauma yang dialami dan kembali berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, diperlukan langkah-langkah legislasi untuk memastikan bahwa hak asuh anak diatur secara lebih jelas dan tegas, sehingga tidak ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku untuk merampas hak tersebut.
“Kami berharap, dengan adanya keputusan MK yang mendukung hak pengasuhan anak, para perempuan yang mengalami perampasan hak asuh dapat lebih percaya diri dalam menuntut keadilan,” tambah Neneng Iskandar, Ketua Umum Himpunan Wastraprema.
Perampasan hak asuh anak oleh mantan suami adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang tidak bisa diabaikan.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa tindakan ini berdampak negatif tidak hanya pada perempuan tetapi juga anak-anak yang menjadi korban konflik orang tua.
Penting untuk terus mengedukasi masyarakat dan memperkuat dukungan hukum agar hak-hak perempuan dan anak terlindungi.
Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan hukum terkait pengasuhan anak, diharapkan akan ada perubahan positif dalam penanganan kasus-kasus semacam ini di masa depan.
Perlunya kerjasama antara pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat menjadi kunci dalam upaya mengatasi permasalahan ini dan memastikan bahwa hak-hak perempuan dan anak tetap terlindungi.