Pada nisan baru tersebut tertulis tahun hidup Puyang Gadis, yaitu 1725-1815. Namun, tidak ada penjelasan resmi mengenai dasar penentuan tahun tersebut.
Beberapa sejarawan lokal berpendapat bahwa angka tersebut mungkin merupakan perkiraan berdasarkan informasi yang sangat minim, karena tidak ada catatan resmi yang menjelaskan kehidupan Puyang Gadis secara rinci.
Oleh karena itu, perlu ada klarifikasi lebih lanjut untuk memastikan bahwa generasi mendatang tidak salah memahami sejarah yang berkaitan dengan situs ini.
Berdasarkan perkiraan tahun hidup Puyang Gadis, yaitu antara 1725 hingga 1815, ia hidup pada masa pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam, ketika sistem pemerintahan marga masih diterapkan di wilayah Sungai Keruh.
Pada masa itu, pemerintahan marga dipimpin oleh seorang Pasirah dengan gelar Depati, yang bertanggung jawab atas pengelolaan wilayah dan hubungan masyarakat dengan Kesultanan.
Masa hidup Puyang Gadis bertepatan dengan pemerintahan beberapa sultan penting, termasuk Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758), Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1756), dan Sultan Mahmud Badaruddin II (1776-1803).
Di bawah pemerintahan mereka, wilayah Sungai Keruh menjadi bagian penting dari jaringan marga yang membantu menjaga stabilitas politik dan sosial di daerah tersebut.
Sistem marga ini bertahan hingga era kolonial Belanda, sebelum akhirnya dihapuskan dan digantikan dengan sistem pemerintahan modern yang kita kenal saat ini.
Meski demikian, jejak-jejak sistem marga masih dapat dilihat dalam struktur sosial masyarakat setempat, termasuk dalam penghormatan terhadap makam-makam keramat seperti Makam Puyang Gadis.
Dengan segala kekayaan sejarah dan budayanya, Desa Gajah Mati memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata budaya di Sumatera Selatan.
Makam Puyang Gadis, Makam Puyang Tengah Laman, serta rumah-rumah tradisional yang masih terjaga dapat menjadi daya tarik utama bagi wisatawan yang tertarik pada sejarah dan warisan budaya lokal.
Melestarikan situs-situs bersejarah ini tidak hanya penting untuk menjaga warisan leluhur, tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Dengan promosi yang tepat, Desa Gajah Mati dapat menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik di Kabupaten Musi Banyuasin, yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Desa Gajah Mati adalah simbol kekayaan sejarah dan budaya yang tersembunyi di Kabupaten Musi Banyuasin.
Melalui situs-situs keramat seperti Makam Puyang Gadis, desa ini tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga menawarkan pelajaran berharga tentang identitas budaya dan sejarah lokal.
Pelestarian situs-situs ini penting agar generasi mendatang dapat terus menikmati dan mempelajari warisan yang telah ditinggalkan oleh nenek moyang mereka.