PALEMBANG, KORANPALPOS.COM – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan dilaksanakan pada akhir 27 September 2024.
Semua pihak diimbau untuk tidak melibatkan, apalagi memanfaatkan anak-anak dalam kegiatan politik.
Perlindungan anak menjadi salah satu fokus utama karena hingga Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 lalu, masih ditemukan berbagai kasus pelibatan anak dalam masa kampanye.
Sebagai bagian dari upaya perlindungan anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menandatangani Surat Edaran Bersama tentang Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 yang Ramah Anak.
BACA JUGA:Gaungkan Isu Keberlanjutan
BACA JUGA:Sumatera Selatan Mantapkan Persiapan Hari UMKM Nasional
Surat edaran ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak-anak tidak terlibat dalam kegiatan politik dan kampanye.
Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, perlindungan anak merupakan prioritas dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam konteks politik.
“Kami mengajak semua pihak untuk mematuhi peraturan yang ada dan memastikan anak-anak tidak terlibat dalam aktivitas politik. Perlindungan anak harus menjadi komitmen bersama, tidak hanya di level pemerintahan tetapi juga masyarakat umum,” kata Bintang.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengimbau peserta pemilu agar tidak melibatkan anak di bawah umur 17 tahun dalam kegiatan politik dan kampanye.
BACA JUGA:Illegal Drilling Dibawa ke Kemenko Perekonomian RI
BACA JUGA:Gong Pesta Demokrasi di Sumatera Selatan Resmi Dimulai !
Bawaslu menegaskan bahwa pelibatan anak-anak dalam kampanye bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Penting bagi kita untuk menjaga agar kampanye tetap menyenangkan dan tidak melibatkan anak-anak dalam politisasi.
Jika ada peserta pemilu yang terbukti melibatkan anak-anak dalam kampanye, mereka akan dikenakan sanksi pidana yang bisa berupa hukuman penjara hingga 5 tahun atau denda Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).