Dorong Kurikulum Antipencabulan: Lindungi Anak di Sekolah dan Pesantren

Lalu Hadrian Irfani, Wakil Ketua Komisi X DPR RI-Foto : ANTARA-
KORANPALPOS.COM - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani mengingatkan pentingnya keberadaan kurikulum antipencabulan di satuan pendidikan di Indonesia, baik sekolah formal hingga berbasis keagamaan seperti pesantren.
"Kurikulum ini harus dirancang lintas disiplin, menginspirasi rasa hormat terhadap tubuh, mengajarkan batasan, mengenalkan hak-hak anak, serta membangun keberanian untuk berkata 'tidak' terhadap pelecehan," kata Lalu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (22/07/2025).
Dia mengajak DPR RI, khususnya Komisi X DPR RI bersama pemerintah, mendorong kementerian dan lembaga terkait untuk menjadikan pendidikan antipencabulan di sekolah dan pesantren sebagai prioritas kurikulum nasional.
"Pendidikan yang baik bukan hanya mengajarkan prestasi, tetapi juga melindungi martabat," katanya.
BACA JUGA:Tak Boleh Abaikan Hukum Demi Eks Prajurit Marinir
BACA JUGA:Gerai Simpan Pinjam, Apotek ada di Kopdes Merah Putih
Dia lantas mencontohkan di beberapa negara Eropa seperti Belanda, Jerman, dan Swedia, sudah lama menerapkan pendidikan seksual berbasis perlindungan anak (child protection curriculum).
Dia menuturkan ada program 'Kriebels in je buik' (Butterflies in your stomach) di Belanda yang dimulai sejak anak usia dini untuk membangun pemahaman tentang batas tubuh, rasa aman, dan kepercayaan diri menolak sentuhan yang tidak nyaman.
Sementara di Swedia, lanjut dia, pendekatan komprehensif terhadap pendidikan relasi dan seksualitas telah dimasukkan dalam kurikulum sejak tahun 1955 yang terus disempurnakan seiring waktu.
"Hasilnya, bukan hanya kasus pelecehan yang turun, tetapi kesadaran sosial kolektif terhadap pentingnya keselamatan anak meningkat secara signifikan," ujarnya.
BACA JUGA:Ketua Bawaslu OKU Dicopot, Terbukti Melanggar Kode Etik
BACA JUGA:Ada 8 Sifat Pemimpin, Termasuk Siap Dimaki-Difitnah
Dia pun menyayangkan sekolah dan pesantren yang sejatinya ruang paling mulia untuk menumbuhkan karakter dan keadaban anak bangsa menjadi tempat terjadinya tindak pencabulan.
"Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya, tempat yang seharusnya menjadi rumah kedua bagi anak-anak kini berubah menjadi arena teror, tempat di mana kepercayaan dilukai dan harapan dikhianati," ucapnya.