Dorong Kurikulum Antipencabulan: Lindungi Anak di Sekolah dan Pesantren

Lalu Hadrian Irfani, Wakil Ketua Komisi X DPR RI-Foto : ANTARA-

Menurut dia, tidak sedikit anak-anak usia SD dan SMP yang menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh guru, ustaz, hingga pengasuh pondok pesantren.

"Ini bukan lagi soal moral individu. Ini soal sistem. Maka, negara harus hadir dengan langkah struktural," tuturnya.

BACA JUGA:Kemenparekraf Dukung Produk Lokal

BACA JUGA:Gibran: Presiden Bawa Kabar Baik untuk Indonesia

Dia pun membeberkan terdapat 573 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang tahun 2024 berdasarkan data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yang menunjukkan lonjakan tajam dari tahun-tahun sebelumnya.

"Ironisnya, 42 persen di antaranya adalah pencabulan, menjadikannya bentuk kekerasan paling dominan di satuan pendidikan. Sebanyak 36 persen kasus bahkan terjadi di lembaga pendidikan berbasis agama, termasuk pesantren dan madrasah," katanya.

Untuk itu, dia menekankan sudah saatnya semua pihak berbicara tidak hanya soal sanksi dan penindakan atas tindak pencabulan terhadap anak, tetapi berbicara pula tentang pencegahan sistemik melalui kurikulum nasional yang berani menyentuh akar persoalan.

Untuk membumihanguskan pencabulan di lingkungan pendidikan di tanah air, dia menyatakan pemerintah bersama DPR RI dapat memulainya dengan melakukan empat langkah strategis.

Pertama, dengan penyusunan kurikulum, yang berbasis pencegahan pencabulan di sekolah dan pesantren berbasis budaya lokal dan nilai agama yang rahmatan lil 'alamin.

"Kedua, pelatihan guru, pembina pesantren, dan seluruh tenaga kependidikan untuk memahami etika relasi kekuasaan dan sensitivitas perlindungan anak," katanya.

Ketiga, melalui mekanisme pelaporan yang aman dan berpihak pada korban, termasuk di pesantren yang selama ini tertutup dari pengawasan eksternal.

Keempat, dengan pemodelan sekolah dan pesantren percontohan sebagai zona aman (Safe School and Pesantren Zone) untuk menunjukkan keberhasilan pendekatan preventif.

"Saya percaya, bangsa ini masih memiliki nurani, tapi nurani itu harus diperkuat oleh kebijakan yang berpihak dan regulasi yang tegas. Kita tidak bisa lagi menormalisasi kekerasan atas nama pendidikan," paparnya.

Dia lantas berkata, "Kita tidak bisa diam saat tubuh dan jiwa anak-anak kita dihancurkan oleh mereka yang sejatinya harus menjadi pelindung." (ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan