Kebijakan pemerintah dalam menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga menjadi sangat krusial dalam menjaga kepercayaan investor terhadap rupiah.
Selain itu, perkembangan politik menjelang pemilihan umum (pemilu) juga bisa menambah ketidakpastian di pasar.
Investasi asing cenderung menurun ketika ada ketidakpastian politik, yang bisa berdampak negatif pada kurs rupiah.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa memiliki dampak luas pada perekonomian Indonesia.
Salah satu dampak yang paling langsung adalah meningkatnya biaya impor.
Sebagai negara yang masih banyak bergantung pada impor, terutama untuk barang-barang modal dan bahan baku industri, pelemahan rupiah bisa menyebabkan peningkatan biaya produksi di dalam negeri.
Hal ini kemudian bisa mendorong inflasi, karena produsen akan meneruskan peningkatan biaya tersebut kepada konsumen.
Sektor industri yang sangat bergantung pada bahan baku impor, seperti industri otomotif, elektronik, dan farmasi, akan merasakan dampak langsung dari pelemahan rupiah ini.
Mereka harus mengeluarkan lebih banyak rupiah untuk membeli bahan baku yang harganya dalam dolar AS, yang bisa mengurangi margin keuntungan atau bahkan memaksa mereka untuk menaikkan harga jual.
Selain itu, pelemahan rupiah juga bisa berdampak pada sektor perbankan, terutama dalam hal kredit valuta asing.
Perusahaan-perusahaan yang memiliki utang dalam dolar AS akan menghadapi peningkatan beban pembayaran utang mereka ketika rupiah melemah.
Ini bisa meningkatkan risiko kredit macet dan mempengaruhi stabilitas sektor perbankan.
Pelemahan rupiah juga berdampak pada daya beli masyarakat. Dengan harga barang-barang impor yang menjadi lebih mahal, masyarakat mungkin harus membayar lebih untuk produk-produk yang mereka butuhkan.
Hal ini dapat mengurangi daya beli dan berdampak negatif pada konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Inflasi yang dipicu oleh pelemahan rupiah juga bisa menggerus tabungan masyarakat. Ketika harga-harga naik, nilai uang yang disimpan di bank akan menurun dalam hal daya beli.
Ini bisa mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset mereka ke bentuk-bentuk investasi yang lebih tahan terhadap inflasi, seperti emas atau properti, yang pada gilirannya bisa mengurangi likuiditas di pasar.