Penemuan ini menarik perhatian dunia dan dilaporkan oleh Live Science, yang menyebutnya sebagai emas yang mengalir dari dasar sungai.
Pada tahun 2022, penyelaman lebih lanjut mengungkapkan lebih banyak penemuan, termasuk ratusan patung, lonceng kuil, peralatan, cermin, koin, dan keramik.
Temuan ini juga termasuk berbagai bentuk emas seperti pedang emas, cincin emas, dan guci emas.
BACA JUGA:5 Kota dengan Usia Harapan Hidup Warganya Paling Panjang di Sumatera Selatan : Ada yang Tahu Gak ?
Meskipun nilai pasti dari keseluruhan temuan belum dapat dipastikan, jelas bahwa nilai harta karun ini mencapai miliaran rupiah.
Penemuan ini tidak lepas dari pengaruh Kerajaan Sriwijaya, sebuah kerajaan besar yang dikenal sebagai pusat niaga terbesar di Nusantara atau yang kini dikenal sebagai Indonesia.
Sriwijaya, yang diperkirakan berpusat di Palembang, adalah salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara.
Kejayaan ekonomi Sriwijaya tidak terlepas dari lokasi strategis kerajaan ini. Terletak di jalur pelayaran utama antara Timur Tengah dan China, Palembang menjadi persinggahan penting bagi pedagang internasional.
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan perdagangan yang sangat menguntungkan dengan Timur Tengah dan China, yang memungkinkan mereka mengembangkan pasar global dan industri domestik.
Menurut Wolters, perdagangan dupa adalah salah satu contoh bagaimana Sriwijaya memanfaatkan relasi internasionalnya.
Dupa yang awalnya tidak terlalu diperhatikan sebagai komoditas ekspor, akhirnya menjadi salah satu barang perdagangan utama setelah Sriwijaya menjalin hubungan dengan China.
Para pedagang China yang datang ke Sriwijaya juga membawa serta barang-barang seperti guci dan keramik, yang menambah keragaman pasar di kerajaan ini.
Dengan demikian, pasar Sriwijaya menjadi tempat perdagangan yang ramai, tidak hanya untuk rempah-rempah tetapi juga barang-barang berharga seperti gading gajah, guci, keramik, dan tentu saja, emas.
Koin-koin yang dipergunakan dalam transaksi juga menjadi bagian penting dari ekonomi kerajaan.
Sayangnya, kejayaan Sriwijaya tidak bertahan selamanya. Pada abad ke-13, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran.