Menurut data terbaru, harga Pertamax di DKI Jakarta saat ini dibanderol sebesar Rp12.950 per liter.
Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan BBM nonsubsidi lainnya.
Sebagai perbandingan, Revvo 92 dari Vivo dijual seharga Rp14.320 per liter, Super dari Shell Rp14.520 per liter, dan BP 92 (BP AKR) Rp13.850 per liter.
BACA JUGA:Harga Pangan 8 Agustus 2024 : Beras Premium Rp15.600 dan Bawang Merah Rp28.440 per Kilogram !
Hamid menekankan bahwa meskipun Pertamina menaikkan harga Pertamax, harga yang ditetapkan diharapkan tetap kompetitif.
"Pertamina tidak mungkin menaikkan harga semaunya. Harga Pertamax yang baru harus sesuai dengan hasil penghitungan biaya yang rasional dan kompetitif," tambahnya.
Pengelolaan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax adalah wewenang Pertamina yang harus mengacu pada mekanisme pasar.
Dalam situasi ini, jika perusahaan terus menahan harga Pertamax, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh kesehatan keuangan Pertamina.
Oleh karena itu, penyesuaian harga sesuai dengan mekanisme pasar menjadi langkah yang tidak dapat dihindari.
Selain itu, Hamid juga menggarisbawahi pentingnya upaya Pertamina dalam meningkatkan sistem pemantauan konsumsi BBM.
"Sekarang kalau mau isi Pertalite kan dipantau dengan alat digital. Dari situ akan ketahuan setiap penggunaan Pertalite pada setiap mobil itu. Tetapi, sistem tersebut harus terus di-improve, diperbaiki terus karena berkaitan dengan informasi data yang dinamis," ujarnya.
Kenaikan harga Pertamax bisa berdampak pada berbagai aspek, termasuk ekonomi makro dan sosial.
Di satu sisi, penyesuaian harga dapat membantu menjaga keberlangsungan finansial Pertamina dan memastikan keberlanjutan operasional perusahaan.
Di sisi lain, ada potensi dampak negatif terhadap daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada BBM nonsubsidi untuk kebutuhan sehari-hari.
Salah satu risiko utama dari kenaikan harga BBM adalah kemungkinan migrasi pengguna Pertamax ke Pertalite, yang lebih murah.