"Fluktuasi harga beras turun dan naik sangat dipengaruhi oleh jumlah pasokan atau jumlah produksi beras di domestik," kata Amalia.
Selain kenaikan harga beras, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani juga mengalami kenaikan yang telah melebihi harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.000 per kilogram.
Pada Juli 2024, harga GKP di tingkat petani mencapai Rp6.497 per kilogram, naik 5,28 persen secara bulanan.
BACA JUGA:5 Kabupaten dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Sumatera Selatan : Juaranya Bukan OKI !
BACA JUGA:Potensi Ekonomi Sektor Pertanian di Daerah Terpencil Sumatera Selatan : Dari Ladang ke Pasar !
Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani tercatat Rp7.167 per kilogram, naik 4,49 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Rata-rata harga beras kualitas premium di penggilingan adalah Rp13.241, naik 2,63 persen. Untuk kualitas medium, harga mencapai Rp12.519 per kg, naik 1,67 persen.
Sedangkan beras submedium Rp12.561, naik 3,72 persen, dan beras pecah Rp12.347, naik 2,26 persen.
BPS mencatat bahwa komoditas beras mulai kembali mengalami tren inflasi setelah sempat deflasi pada April dan Mei lalu.
Tingkat inflasi beras pada Juli 2024 tercatat sebesar 0,94 persen, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,04 persen.
Kenaikan harga beras ini tentu memiliki implikasi ekonomi yang luas.
Sebagai makanan pokok, perubahan harga beras mempengaruhi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpendapatan rendah.
Selain itu, kenaikan harga beras juga dapat memicu inflasi pangan yang lebih tinggi, mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Dalam menghadapi kenaikan harga beras, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Perdagangan perlu mengimplementasikan berbagai strategi untuk menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan beras bagi masyarakat.
Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:
1. Stabilisasi Pasokan dan Cadangan Beras