PALEMBANG - Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Rachmad Wibowo menyebutkan bahwa pihaknya akan menindak tegas pelaku penyulingan minyak rakyat ilegal di daerah ini.
“Kami akan terus menindak tegas para pelaku penyulingan minyak ilegal, dan pergudangan yang digunakan untuk mencampur minyak hasil sulingan dengan minyak subsidi,” kata Kapolda Sumsel Rachmad saat menerima audiensi Manager Petro Muba, di Palembang, Rabu.
Ia menjelaskan pihaknya masih memaklumi pertambangan minyak rakyat yang berjumlah sekitar 7.000 sumur dan memperkerjakan sekitar 35.000 jiwa ditambah pekerja yang melansir menggunakan sepeda motor dari sumur ke mobil tangki sejauh minyaknya dijual ke BUMD Petro Muba sambil menunggu diterbitkannya regulasi dari pemerintah (Kementerian ESDM).
“Dalam waktu dekat, Polda Sumsel akan konsolidasi dengan BUMD Petro Muba, Pertamina, dan SKK Migas guna mendapatkan solusi terbaik bagi masyarakat maupun pemerintah,” jelasnya.
Selain itu, Kapolda Sumsel Rachmad memerintahkan seluruh kapolres jajaran menindak tegas SPBU dan para pelansir BBM subsidi dari SPBU yang dicurigai akan digunakan sebagai bahan campuran minyak hasil produksi penyulingan minyak ilegal.
Sementara itu, Manager Petro Muba Toha mendukung penertiban lokasi penyulingan minyak rakyat ilegal karena minyak tersebut milik negara yang harus dikelola dengan baik untuk sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kondisi saat ini yang tidak tertib justru menimbulkan kerugian negara karena tidak memberikan kontribusi bagi negara, baik berupa pajak, PNBP maupun iuran lain. Selain itu, keberadaan penyulingan minyak ilegal berpotensi terjadinya kecelakaan yang bisa menimbulkan korban jiwa dan pencemaran lingkungan,” katanya.
Menurut dia, kebanyakan investor dari penyulingan minyak ilegal itu bukan penduduk asli Sumsel. Ia memastikan daerah tempat tinggalnya di Desa Sungai Angit, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tidak ada lokasi penyulingan minyak walaupun berulang kali mendapat intimidasi dari orang-orang yang menolak kebijakan tersebut.
Ia mengatakan hasil produksi minyak rakyat di Kabupaten Muba dalam satu hari bisa mencapai 10.000 barel atau sekitar 1.590.000 liter dan yang masuk ke BUMD Petro Muba hanya 1.500 barel atau sekitar 238.500 liter.
Jumlah ini meningkat ldibanding sebelum Polda Sumsel melakukan penertiban 'refinery illegal' yang hanya sekitar 400 barel per hari.
“Hal tersebut terjadi karena masyarakat lebih senang menjual minyak mentah mereka ke tempat penyulingan minyak ilegal karena harga belinya lebih tinggi dibanding yang dibayarkan BUMD Petro Muba,” katanya.
Ia menjelaskan selisih harga tergantung harga Indonesia Crude Price (ICP) yang fluktuatif sehingga jika harga ICP senilai 80 dolar AS per barel, maka jumlah yang diterima BUMD Petro Muba dari Pertamina sebesar 70 persen dari harga ICP Rp5.283 per liter dengan kurs Rp15.000 per dolar AS.
Sedangkan, BUMD Petro Muba membayarkan kepada masyarakat sebesar 82 persen dari jumlah yang dibayarkan Pertamina kepada BUMD Petro Muba atau sekitar Rp4.332 per liter. Sementara jika minyak mentah tersebut dijual ke tempat penyulingan ilegal bisa dibeli sampai harga Rp6.000 per liter.
Hasil produksi tempat penyulingan minyak ilegal tidak langsung dikonsumsi, namun diangkut ke gudang-gudang yang banyak tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota di Sumsel.
Kemudian di gudang tersebut hasil produksi tempat penyulingan minyak ilegal dicampur dengan BBM subsidi yang dibeli dengan menggunakan mobil tangki dimodifikasi di SPBU, di sini ditengarai ada kerja sama antara pelaku perdagangan minyak ilegal dengan pengelola SPBU.