Raup Keuntungan Besar, Pelaku Ransomware Bermodal Kecil

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) soroti maraknya terjadi fenomena kejahatan siber pencurian data dengan modus menyematkan malware di tautan unduhan maupun platform pencari kerja-Foto : ANTARA-

Putra menjelaskan metode populer yang digunakan pelaku untuk mencuri data korbannya melalui tautan unduhan palsu.

Ketika korban membuka tautan dan mengunduh file di dalamnya, malware yang disusupkan pelaku langsung mencuri data penting miliknya. Menurut Putra, risiko ini sering terjadi pada tautan unduhan aplikasi atau gim bajakan.

"Jadi dia (pelaku) melampirkan ada link yang seolah-olah sangat asli, tapi ketika kita klik dan kita ekstrak (filenya) ternyata memberikan malware-nya running in background (diam-diam berjalan di perangkat). Jadi seolah-olah kita cuma download aplikasi biasa, tapi ternyata kita download Info Stealer," kata dia.

Selain pada tautan unduhan, modus yang populer lainnya adalah menyusupkan malware pencuri data pada lamaran kerja di platform pencari kerja.

Malware tersebut bekerja ketika korban mengisi formulir lamaran kerja. Tanpa disadari oleh korban, malware tersebut mengambil informasi penting seperti data keuangan.

"Ketika dibuka itu merupakan Info Stealer. Nanti hasilnya adalah pdf seperti mengisi lamaran kerja, tapi ternyata running in background, Info Stealer itu sudah bekerja," ujar Putra.

Putra menjelaskan kelompok kejahatan siber yang menjalankan malware pencuri data saat ini bertumbuh dengan cepat. Pada tahun 2022, rata-rata muncul 15 kelompok pencuri data baru setiap bulannya.

"Jadi ada 15 grup baru setiap bulannya berarti betapa menguntungkannya industri ini (pencurian data)," ucapnya.

Terpisah, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Nugroho Sulistyo Budi menjelaskan makna ancaman siber yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) agar tidak menimbulkan mispersepsi di masyarakat.

“Ancaman siber itu lebih mengerah kepada bagaimana kita mengantisipasi terjadinya pencurian data atau informasi, terjadi manipulasi data,” ucap Nugroho di Jakarta, Rabu (29/10/2025).

Kepala BSSN menjelaskan makna ancaman siber tersebut merespons pandangan Komnas HAM yang menilai RUU KKS masih belum mengatur definisi ancaman siber dengan batasan yang objektif.

Dicontohkan Nugroho, ancaman siber yang dimaksud dalam RUU KKS adalah peristiwa ataupun bencana digital yang menyebabkan kekacauan data.

“Contoh, data perbankan. Kalau diubah angka, hurufnya, akunnya, nomor rekeningnya, bisa salah itu. Diubah angkanya, bisa salah itu. Jadi, ancaman pencurian, ancaman manipulasi data, ancaman pengambilan data,” ujarnya.

Contoh lain, imbuh Nugroho, ancaman perusakan terhadap pusat data.

“Ini kan ancaman terhadap aktivitas warga masyarakat di ruang siber, ada data pribadi di situ, ada data publik di situ, ada data sensitif di situ,” imbuhnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan