Whoosh di Persimpangan : Cepat di Rel, Berat di Neraca !

Whoosh di Persimpangan : Cepat di Rel, Berat di Neraca !-Foto : Istimewa-
Jepang, misalnya, melalui operator JR East, mampu membiayai sebagian besar operasional Shinkansen dari bisnis properti dan ritel di sekitar stasiun, bukan semata-mata dari tiket.
Model value capture seperti ini juga diterapkan di Taiwan High-Speed Rail (THSR) yang menempatkan TOD sebagai sumber pendapatan jangka panjang dan penyeimbang beban utang.
Selain pengembangan kawasan, efisiensi operasional dan inovasi teknologi menjadi kunci keberlanjutan finansial.
Whoosh harus bertransformasi dari sekadar proyek transportasi menjadi ekosistem bisnis transportasi terpadu.
Optimalisasi jadwal perjalanan, manajemen energi, serta pemanfaatan teknologi predictive maintenance akan mengurangi biaya pemeliharaan dan meningkatkan keandalan layanan.
Kemudian, keberhasilan Whoosh juga sangat bergantung pada sinergi antarmoda transportasi dan kebijakan ekspansi yang berhati-hati.
Pemerintah daerah bersama BUMN transportasi perlu memastikan integrasi antara Whoosh dan moda lain, seperti LRT Jabodebek, KRL Bandung Raya, dan BRT Trans Metro Bandung agar akses menuju stasiun menjadi mudah dan terjangkau.
Tanpa integrasi tersebut, efisiensi waktu yang dijanjikan kereta cepat akan tereduksi oleh kesulitan mobilitas menuju stasiun.
Sementara itu, rencana memperpanjang Whoosh ke Surabaya harus ditempuh dengan kalkulasi matang.
Dengan kata lain, ekspansi harus mengikuti logika ekonomi, bukan euforia pembangunan.
Indonesia perlu memastikan bahwa setiap kilometer rel baru benar-benar layak secara finansial dan fungsional, agar Whoosh tidak sekadar cepat di rel, tapi juga tangguh di neraca.
Penyelesaian utang Whoosh membutuhkan pembenahan menyeluruh dan bukan hanya injeksi fiskal, tetapi restrukturisasi model bisnis dan manajemen korporasi.
Langkah strategis pertama adalah restrukturisasi pinjaman dan monetisasi aset.
Studi oleh Chen & Hayashi (2022) di Transport Policy Journal menunjukkan bahwa negosiasi ulang tenor dan bunga pinjaman proyek kereta cepat di Asia Timur dapat menurunkan beban pembayaran hingga 25 persen, tanpa menimbulkan moral hazard.
Selain itu, pendekatan transit-oriented development (TOD) terbukti mampu menciptakan sumber pendapatan non-tiket yang signifikan. Dalam penelitian Kumar et al. (2021) di Journal of Urban Economics, kawasan TOD di sekitar stasiun Shinkansen menyumbang 35 persen dari total laba operasional JR East.