Mengakhiri Masa Berkabung Ala Masyarakat Mentawai

Mengakhiri Masa Berkabung Ala Masyarakat Mentawai-Foto : ANTARA-
SUARA gajeuma menembus malam, setiap biramanya mencapai empat ketukan dengan tempo 140 detak per menit.
Alat pukul khas yang terbuat dari kulit ular piton dan biawak itu dimainkan oleh tiga pemain di sebuah Uma, rumah panggung tradisional Mentawai, sementara yang lain memukul botol kosong dengan sendok untuk menciptakan harmoni.
Hentakan kaki dari empat orang Sikerei di lantai kayu mengisi kekosongan ketukan, mereka menari sambil bersenandung, sesekali memicingkan mata dan mengembangkan tangannya serupa sayap.
Rokok tembakau berdaun pisang masih tergantung di bibir.
Di tangan mereka terselip dedaunan, begitu juga pada ikat kepala dan kalung, sedangkan di pinggang terikat kain sabok menutupi kabit.
Salah seorang Sikerei memegang Umat Simagrek, seruas bambu yang ujungnya terdapat dedaunan panjang menjuntai, digunakan untuk memanggil roh yang berkelana.
Pada setiap ritual, mereka akan menggunakan dedaunan di sekitar tempat tinggal.
Mereka percaya daun-daun tersebut dapat menjadi perantara kepada Sang Pencipta dengan sebutan Ulau Manua.
Malam itu digelar Turuk Laggai, tarian tradisional dalam rangkaian upacara memperingati kematian.
Tarian itu menyerupai gerakan hewan di lingkungan yang mereka tempati dan mereka jadikan santapan, namun dalam hal lain mereka terus menjaga pertumbuhannya.
Rangkaian-rangkaian ritual tersebut dalam rangka Punen Eeruk, sebuah pesta adat besar atau upacara yang diadakan oleh masyarakat Mentawai, khususnya di pedalaman Siberut, untuk menghormati dan mengakhiri masa berkabung anggota keluarga yang meninggal dunia.
Punen Eeruk juga merupakan bagian dari kepercayaan Arat Sabulungan, yakni kepercayaan tradisional masyarakat Mentawai yang meyakini bahwa roh dan arwah menghuni seluruh alam, termasuk tumbuhan, hewan, tanah, dan benda-benda.
Dalam keyakinan Masyarakat tradisional Mentawai, kematian atau kamateijat merupakan sebuah peristiwa peralihan dari tahap akhir kehidupan di alam nyata menjadi tahap baru dari kehidupan di alam baka.
Sesuai kepercayaan mereka, meskipun raga seseorang sudah tidak ada ketika meninggal dunia namun rohnya akan tetap hidup meskipun hanya di alam gaib.