Hindari Kontroversi, Menteri Baru Diminta Hati-Hati Berbicara

Presiden Prabowo Subianto (kanan) saat melantik lima menteri baru di Kabinet Merah Putih, bertempat di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/9/2025).-Foto: Antara-
BACA JUGA:Kemendagri dan Kemenkumham Sinergi Perkuat Produk Hukum Daerah
“Bidang ekonomi dan ketenagakerjaan adalah prioritas, karena dua sektor inilah yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Menteri baru harus segera menyelesaikan persoalan yang menjadi penyebab kemarahan publik,” tambahnya.
Dari perspektif ilmu pemerintahan, Tunjung menjelaskan bahwa ada tiga alasan utama mengapa reshuffle kabinet dilakukan oleh seorang presiden, yaitu kinerja, politis, dan yuridis.
Pertama, pergantian menteri bisa disebabkan oleh kinerja yang dinilai belum maksimal, terutama di sektor krusial yang sangat menentukan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
BACA JUGA:Kemendagri Minta Kepala Daerah Aktifkan Siskamling
BACA JUGA:Menko Yusril Persilakan DPR Revisi RUU Perampasan Aset
Kedua, reshuffle juga bisa dipicu oleh faktor politis. Misalnya, untuk meredam ketegangan akibat pernyataan kontroversial atau ketidakpuasan publik terhadap pejabat tertentu.
Ketiga, faktor yuridis juga menjadi pertimbangan. Kasus hukum yang menjerat pejabat sebelumnya seringkali memaksa presiden untuk segera mencari pengganti agar roda pemerintahan tetap berjalan dengan baik.
“Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, sendiri sudah menyatakan bahwa salah satu pertimbangan reshuffle kali ini adalah gejolak demonstrasi pada akhir Agustus 2025 lalu,” kata Tunjung.
BACA JUGA:KRI Brawijaya 320 Dikerahkan Amankan Sumber Daya Laut RI
BACA JUGA:Polri Gandeng TNI-BIN Buru Dalang Kerusuhan
Lebih lanjut, Tunjung menegaskan bahwa tantangan terbesar bagi para menteri baru bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga komunikasi publik.
Dengan komunikasi yang baik, kepercayaan masyarakat bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Sebaliknya, kesalahan komunikasi dapat memperburuk citra pemerintah yang sedang berusaha membangun stabilitas.
“Oleh karena itu, menteri baru harus menguasai substansi kebijakan sekaligus teknik penyampaiannya. Dengan begitu, masyarakat tidak hanya melihat kerja nyata, tetapi juga merasa dihargai dan diperhatikan,” tutupnya. (ant)