Hindari Kontroversi, Menteri Baru Diminta Hati-Hati Berbicara

Presiden Prabowo Subianto (kanan) saat melantik lima menteri baru di Kabinet Merah Putih, bertempat di Istana Negara, Jakarta, Senin (8/9/2025).-Foto: Antara-
YOGYAKARTA – Perombakan kabinet atau reshuffle yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto menuai beragam respons dari kalangan akademisi.
Pakar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Tunjung Sulaksono, menilai para menteri baru yang dilantik harus berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Menurut Tunjung, salah satu kelemahan yang kerap terjadi pada pejabat publik adalah kurangnya kemampuan komunikasi politik dan public speaking. Hal ini membuat pernyataan yang seharusnya menenangkan publik justru memicu polemik baru.
BACA JUGA:Reshuffle Menteri P2MI Perlu Tenaga Baru Lindungi Pekerja Migran
BACA JUGA:Serikat Ojol Mendesak Presiden Prabowo Teken Perpres Perlindungan Pekerja Platform
“Kemampuan komunikasi politik dan public speaking harus terus ditingkatkan oleh para menteri baru. Mereka tidak boleh lagi sembarangan memberikan pernyataan yang berpotensi menimbulkan kontroversi,” ujarnya dalam keterangan di Yogyakarta, Selasa (9/9).
Tunjung menilai reshuffle kabinet yang mengganti lima posisi menteri merupakan langkah strategis pemerintah untuk merespons berbagai tekanan publik.
Salah satunya adalah tuntutan dari gerakan “17+8” yang sejak beberapa waktu terakhir mendesak adanya perbaikan kinerja pemerintah, terutama dalam hal transparansi dan kebijakan yang lebih pro-rakyat.
BACA JUGA:Prabowo Tekankan Pentingnya
BACA JUGA:Fraksi PAN DPR RI Dorong Aspirasi Pelajar Jadi Prioritas Nasional
“Perubahan ini menunjukkan Presiden berusaha menjawab keresahan masyarakat. Tetapi tantangan bagi menteri baru adalah bagaimana menghadirkan kebijakan nyata yang bisa segera dirasakan manfaatnya oleh publik,” kata Tunjung.
Ia menekankan, selain menunjukkan kinerja optimal, para menteri harus segera mengambil langkah strategis yang bersifat cepat dan konkret.
Program-program yang dapat memberikan hasil dalam waktu singkat atau quick wins, menurutnya, perlu dijalankan pada 100 hari pertama masa jabatan.
BACA JUGA:Kemendagri Minta Kepala Daerah Aktifkan Siskamling