Lindungi Pemuda dari Asap Rokok : Menuju Indonesia Emas 2045

Ilustrasi -Foto : ANTARA-
Berdasarkan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, prevalensi perokok pada anak usia sekolah 13–15 tahun meningkat dari 18,3 persen pada 2016 menjadi 19,2 persen pada 2019.
Temuan SKI 2023 juga mengungkapkan bahwa kelompok usia 15–19 tahun merupakan perokok aktif terbanyak (56,5 persen), diikuti oleh kelompok usia 10–14 tahun (18,4 persen).
BACA JUGA:Transaksi Sriwijaya Expo Capai Rp2,92 miliar
WHO memproyeksikan bahwa pada tahun 2025, 38,7 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas akan menjadi perokok aktif.
Dengan angka ini, Indonesia berisiko menjadi salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia.
Jika tidak segera diintervensi, kita akan kehilangan potensi besar dari generasi muda yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Setiap tahunnya, perusahaan rokok menggelontorkan lebih dari 9 miliar dolar Amerika Serikat untuk mempromosikan produk mereka.
BACA JUGA:Waspada Game Online: Orang Tua Diminta Dampingi Anak Saat Bermain Roblox
BACA JUGA:Royalti Musik di Ruang Publik: Pemerintah, Musisi, dan Pengusaha Suarakan Sikap
Dalam skema permainannya, anak muda diposisikan sebagai bidak paling strategis, sebab dinilai paling rentan, mudah dipengaruhi, dan belum memiliki daya kritis yang cukup untuk menolak gempuran promosi.
Strategi industri rokok yang menyasar pemuda adalah bentuk eksploitasi terhadap masa depan bangsa.
Pemuda seharusnya menjadi kekuatan utama pembangunan, namun potensi itu dilemahkan melalui kecanduan yang ditanam secara sistematis, baik lewat rokok konvensional maupun elektronik.
Dampaknya sangat nyata. WHO mengungkapkan sekitar 1,2 juta orang meninggal setiap tahun akibat paparan asap rokok, meskipun mereka tidak merokok.
Selain itu, bahwa terdapat 2.807 kasus cedera paru-paru yang terkait dengan penggunaan rokok elektrik serta 68 kematian yang diakibatkan oleh kondisi tersebut (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit/CDC tahun 2020).