Dari Rojali dan Rohana : Menuju Ekonomi Produktif !

Ilustrasi-Foto : ANTARA-
KORANPALPOS.COM – Fenomena menjamurnya Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya) di berbagai pusat perbelanjaan seolah-olah menjadi potret paling mutakhir dari kondisi kelas menengah Indonesia.
Di tengah meriahnya aktivitas konsumsi, kenyataan di baliknya adalah stagnasi daya beli, keresahan ekonomi, dan gejala konsumsi semu yang berakar dari pertumbuhan yang belum inklusif dan berkeadilan.
Banyak yang jalan-jalan di mal, tetapi tidak semua mampu bertransaksi.
Banyak yang hanya datang untuk cuci mata, mencari hiburan gratis, hingga sekadar mencari udara sejuk dari pendingin ruangan pusat perbelanjaan.
BACA JUGA:Darurat ODOL, Gubernur Siapkan Instruksi Baru
BACA JUGA:Retret Pelajar Mulai Juli 2025, Gubernur Sumsel Luncurkan Program Laskar Pandu Sastria
Rojali dan Rohana bukan sekadar istilah viral, tetapi menjadi representasi dari kelas menengah yang rentan: seolah-olah konsumtif, padahal sesungguhnya defisit daya beli.
Di balik fenomena ini, ada ancaman ekonomi serius yang mengintai: middle income trap.
Negara-negara yang terjebak dalam jebakan pendapatan menengah cenderung mengalami stagnasi pertumbuhan setelah mencapai pendapatan menengah, tetapi gagal bertransformasi menjadi negara berpendapatan tinggi.
Indonesia termasuk negara yang rentan terhadap jebakan ini.
BACA JUGA:Pemprov Pacu Pertumbuhan Ekonomi Hijau
BACA JUGA:Provinsi Pertama dengan Posbakum Seluruh Desa
Pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5 persen dalam satu dekade terakhir belum cukup membawa lompatan struktural yang signifikan.
Masih dominannya sektor informal, ketimpangan kualitas pendidikan, hingga rendahnya produktivitas menjadi penyebab utama.