Haji Mabrur, Peradaban dan Keadaban

Ilustrasi berhaji-Foto : ANTARA-
Lurusnya niat merupakan bekal pertama dan utama. Haji yang mabrur harus berangkat dari niat yang ikhlas karena Allah.
Al Ghazali mengecam orang yang berhaji karena ingin status sosial, gelar “haji”, atau sekadar kebanggaan duniawi. Haji seperti ini menurut dia adalah haji yang lahirnya ibadah tapi batinnya rusak.
Al-Ghazali juga sangat menekankan haji harus ditunaikan dengan harta halal. Harta yang haram atau subhat akan menodai seluruh ibadah.
Haji yang mabrur juga harus diikuti perubahan akhlak. Orang yang telah berhaji seharusnya meninggalkan perbuatan zalim dan maksiat.
"Haji adalah pertaubatan yang hakiki."
Cendekiawan muslim M. Dawam Rahardjo (alm), dalam pengantar buku Makna Haji karya Ali Syariati menyatakan, tidak sedikit orang yang melaksanakan perjalanan haji, hanya sekedar melakukan tur yang menghasilkan kelelahan, berkurangnya harta dan kalau beruntung sedikit nuansa sentimentil.
Sebabnya, mereka tidak memaknai perjalanan hajinya.
Tidak dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari ibadah hajinya, untuk bisa diterapkan dalam kehidupan, sesuai dengan kehendakNya.
Tahun ini, jamaah calon haji yang berasal dari Indonesia untuk memenuhi panggilan Allah berjumlah 221 ribu orang.
Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang telah menunggu belasan bahkan puluhan tahun demi memenuhi kerinduan mereka mengunjungi Baitullah.
Mengingat berat dan lamanya perjuangan calon jamaah untuk beribadah haji, mengunjungi rumah Allah dan berziarah ke makam kekasihnya, Rasulullah SAW, Romo Muhammad Syafi'i berpesan agar jamaah dan petugas senantiasa memelihara keikhlasan dan terus berjihad agar semuanya dapat mencapai kemabruran.
"Allah akan tersenyum melihat kalian. Allah akan memuliakan orang tua kalian baik yang masih hidup maupun yang sudah berpulang. Balasan indah Allah akan menanti, jika kalian bisa menjaga niat dan keikhlasan. Belajarlah dari kisah Ali Al Muwaffaq," kata Romo.
Meskipun belum terlihat nyata, haji mabrur semestinya memiliki andil dalam membangun karakter, peradaban dan keadaban bangsa Indonesia.
Badan Penyelenggara Haji (BPH) Republik Indonesia bahkan merumuskan salah satu parameter sukses penyelenggaraan haji adalah sukses peradaban dan keadaban, di samping sukses ritual dan sukses ekosistem ekonomi haji.
Haji mabrur akan tercermin dari karakter jamaah haji yang menampilkan nilai-nilai kebersihan, ketertiban, toleransi, dan moderasi.