Haji Mabrur, Peradaban dan Keadaban

Ilustrasi berhaji-Foto : ANTARA-
KORANPALPOS.COM - Pada satu sore di teras halaman rumah dinasnya yang asri di bilangan Brawijaya IX, Wakil Menteri Agama, R Muhammad Syafi'i, menceritakan kembali kisah klasik haji mabrur paling populer sepanjang masa, kisah haji tukang sol sepatu dari Damaskus, Ali bin Al Muwaffaq.
Ringkas kisahnya begini: Ali bin Al Muwaffaq, tukang sol sepatu miskin di sebuah pasar di Damaskus, selama puluhan tahun telah menabung demi cita-cita berhaji.
Saat tabungannya cukup, ia bersiap berangkat ke Makkah. Namun, beberapa hari sebelum keberangkatan, ia mendengar tangisan tetangganya, seorang janda miskin yang anak-anaknya kelaparan.
Ali tertegun, namun dengan keikhlasan yang tinggi, Ali segera memutuskan untuk menyerahkan seluruh tabungan hajinya demi memberi makan keluarga itu.
BACA JUGA:Tren Warna 2025 Bergeser
BACA JUGA:Pelembang Bakal Terapkan Perda Sampah: Denda Rp 50 Juta dan 3 Bulan Kurungan bagi Pelanggar !
Ia berkata, “Aku titipkan niat hajiku kepada Allah.” Lantas ia batal berangkat haji.
Selepas musim haji dan jamaah haji pulang ke Damaskus, beberapa jamaah mengaku melihat Ali di Tanah Suci, sungguhpun Ali tidak pernah meninggalkan Damaskus.
Kisah Ali ini sampai ke telinga Imam Ibn Asakir. Ketika sang Imam bertanya kepada Ali, Ali menjawab bahwa ia tidak pernah pergi, ia hanya berserah kepada Allah.
Malam harinya, Imam Ibn Asakir bermimpi, mendengar firman Allah, “Ali datang ke rumah-Ku dengan hatinya. Aku utus malaikat-Ku untuk berhaji atas namanya, dan hajinya Aku terima sebagai haji mabrur.”
BACA JUGA:Koperasi Merah Putih Diluncurkan, Gubernur: Jadi Garda Depan Ekonomi Rakyat !
BACA JUGA:Gubernur Herman Deru Dukung Pembangunan RS Adhyaksa Pertama di Luar Jakarta
Ali bin Al Muwaffaq mengajarkan, kemuliaan ibadah tak selalu terlihat oleh mata manusia, tapi sangat nyata di hadapan Allah.
Kisah ini pun tersebar, menjadi pelajaran abadi tentang keikhlasan, pengorbanan, dan hakikat ibadah yang sejati.