Hanya 11 Persen Pasien Terdiagnosis : HMHI Soroti Kesenjangan Penanganan Hemofilia di Indonesia !

Petugas PMI menunjukkan kantong darah pendonor.-Foto : ANTARA -

Dalam banyak kasus, perempuan yang mengeluhkan menstruasi berat atau perdarahan berkepanjangan justru dianggap wajar, padahal bisa jadi merupakan gejala klinis dari kelainan pembekuan darah.

“Perempuan bukan sekadar carrier. Mereka juga bisa mengalami gejala klinis hemofilia, termasuk perdarahan berulang di sendi, memar mudah, atau perdarahan menstruasi yang sangat banyak,” tegas Novie.

BACA JUGA:Tingkatkan Nafsu Makan Anak dengan Daun Remayung

BACA JUGA:Cegah Penuaan Dini dan Perkuat Tulang dengan Bayam Jepang

Dalam rangka peringatan WHD 2025, HMHI menggandeng PT Takeda Indonesia sebagai mitra strategis untuk memperluas jangkauan edukasi mengenai deteksi dini, terapi, dan pemahaman publik terhadap berbagai jenis gangguan pembekuan darah.

Takeda, sebagai perusahaan farmasi yang aktif dalam bidang onkologi dan hematologi, mendukung pendekatan komprehensif dalam penanganan pasien hemofilia.

HMHI juga memperkenalkan tampilan baru situs resmi mereka, www.hemofilia.or.id, yang kini dilengkapi dengan konten edukasi interaktif serta fitur “Teman Hemofilia” sebuah platform daring yang memungkinkan para pasien dan keluarga saling terhubung, berbagi cerita, serta mengakses informasi terpercaya mengenai pengelolaan penyakit.

“Fitur ini kami rancang agar pasien tidak merasa sendirian. Koneksi emosional dan dukungan moral dari sesama penyintas sangat penting dalam membangun kualitas hidup,” kata Novie.

Poin utama lain dalam peringatan ini adalah dorongan pemerataan fasilitas laboratorium dan layanan hematologi ke berbagai daerah.

Saat ini, fasilitas pemeriksaan faktor pembekuan dan deteksi inhibitor masih terkonsentrasi di kota-kota besar, menyebabkan pasien di wilayah terpencil harus melakukan perjalanan jauh atau bahkan tidak pernah terdiagnosis.

HMHI mendorong agar pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempercepat distribusi alat dan pelatihan petugas medis di rumah sakit daerah.

Hal ini juga mencakup pengadaan terapi faktor pembekuan secara rutin, serta integrasi layanan hemofilia ke dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memastikan keberlanjutan pengobatan.

Meskipun pengobatan hemofilia telah masuk dalam skema BPJS Kesehatan, namun belum seluruh terapi lanjutan seperti pengobatan pasien dengan inhibitor tercakup secara optimal.

Biaya terapi untuk kasus inhibitor bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan, suatu angka yang tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat.

“Kami mendorong dialog terbuka antara komunitas pasien, pemerintah, dan produsen farmasi untuk menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan,” tegas Novie.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan