Kue Wajik Ketan, Cita Rasa Tradisional yang Tak Pernah Pudar

Kue Wajik Ketan bukan sekadar camilan, tapi warisan budaya yang terus hidup dari generasi ke generasi.-foto:Istimewa-

BACA JUGA:Sayur Besan: Warisan Kuliner Betawi yang Sarat Makna dan Rasa

Gula merah dan santan, bahan utama dalam pembuatan wajik, dahulu adalah bahan makanan yang mewah dan tidak bisa dinikmati setiap hari.

Oleh karena itu, wajik biasanya hanya muncul di acara penting, memperlihatkan status sosial dan rasa syukur atas rezeki yang didapat.

Membuat kue wajik ketan memerlukan kesabaran dan ketelatenan.

Pertama, beras ketan direndam selama beberapa jam sebelum dikukus hingga setengah matang.

Setelah itu, gula merah, santan, dan daun pandan dimasak bersama hingga mengeluarkan aroma harum dan mengental.

Setelah campuran gula dan santan siap, beras ketan yang telah dikukus dicampurkan perlahan ke dalam adonan, kemudian diaduk hingga merata dan berubah menjadi lengket serta mengkilap.

Proses pengadukan ini memerlukan tenaga dan waktu agar tekstur wajik menjadi sempurna.

Setelah itu, adonan disimpan di wadah datar dan dibiarkan hingga mengeras sebelum dipotong-potong berbentuk belah ketupat—yang juga menjadi asal nama “wajik”.

Meski dikenal sebagai kue tradisional, wajik ketan terus mengalami inovasi.

Kini banyak pelaku UMKM yang menambahkan cita rasa baru pada wajik, seperti rasa durian, pandan, cokelat, hingga kopi.

Tak hanya itu, beberapa produsen juga menghadirkan wajik dalam bentuk mini, kemasan modern, hingga dijual secara daring untuk menjangkau konsumen lebih luas.

Selain dari segi rasa, warna wajik pun divariasikan.

Jika dulunya dominan dengan warna cokelat dari gula merah, kini muncul wajik warna-warni, seperti hijau dari daun pandan, ungu dari ubi ungu, atau merah muda dari pewarna alami buah naga.

Namun begitu, rasa khas wajik tetap dipertahankan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan