Cermin Buram K3 di Sumsel
--
BACA JUGA: Tapera, Antara Niat Baik dan Beban
BACA JUGA:Luasnya Peluang Ekspor Durian Indonesia
Akibatnya, perusahaan yang tidak layak bisa saja mendapatkan sertifikat dengan cara yang tidak semestinya.
Hal ini tentu meningkatkan risiko kecelakaan kerja, mengingat standar K3 yang diterapkan mungkin tidak sesuai.
Di sisi lain, perusahaan yang mengikuti prosedur dengan benar justru dirugikan karena sistem yang korup dan tidak transparan.
BACA JUGA: Mengapa Kita Bekerja ? Memahami Makna Hakiki Pekerjaan dan Martabatnya
BACA JUGA:Mengubah Air Selokan Menjadi Bersih: Inovasi dan Dedikasi Warga Surabaya
Realitas K3 di Sumsel
Provinsi Sumsel dengan berbagai sektor industri seperti pertambangan, perkebunan, dan manufaktur, memiliki tingkat risiko kerja yang cukup tinggi.
Data terbaru yang dirilis Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mengungkapkan, kasus kecelakaan kerja di Sumsel masih memprihatinkan.
Data yang dihimpun dari BPJS Ketenagakerjaan itu mengungkapkan, pada Agustus 2024 tercatat ada 4.616 kasus kecelakaan kerja di Sumsel.
Angka ini meningkat signifikan dibanding tiga bulan sebelumnya yaitu Juli 2024 yang berjumlah 3.795 kasus, Juni 2024 dengan 3.013 kasus dan 2.650 kasus pada Mei 2024..
Belum lagi kasus kecelakaan kerja yang merenggut nyawa, terkadang menguap begitu saja. Begitu juga dengan penyakit akibat kerja yang datanya belum dikelola secara komprehensif.
Cermin buram K3 di Sumsel ini bukan hanya soal angka kecelakaan kerja, tetapi juga menyangkut rendahnya kesadaran dan kepatuhan terhadap regulasi K3.
Perusahaan yang tidak menjalankan standar keselamatan dengan benar membahayakan nyawa pekerjanya. Kondisi ini diperparah dengan adanya dugaan gratifikasi dalam pengurusan sertifikat K3.