Kemendagri Sebut Tidak Akan Terburu-buru Tentukan Sistem Pilkada
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto meninja kepemilikan KTP siswa berusia 17 tahun di SMAN 34 Jakarta, Jakarta, Selasa (17/12/2024)-Foto: Antara-
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, ya sudah DPRD itu yang milih gubernur, milih bupati. Efisien, enggak keluar duit banyak, seperti kita," ujar Prabowo.
Pernyataan ini kemudian menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian pihak mendukung ide tersebut dengan alasan efisiensi anggaran, sementara pihak lain menilai bahwa pemilihan langsung adalah wujud nyata dari demokrasi yang harus dipertahankan.
BACA JUGA:DPR Minta Pemerintah Evaluasi Sistem Pemilu : Ini Alasannya !
BACA JUGA:PKB Usulkan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional
Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung memang tidak lepas dari berbagai tantangan. Selain biaya yang tinggi, pilkada langsung sering kali memunculkan praktik politik uang, konflik sosial, serta proses kampanye yang menguras sumber daya.
Namun, di sisi lain, sistem pemilihan langsung memberikan ruang partisipasi yang luas kepada masyarakat dalam menentukan pemimpin daerah mereka. Kepala daerah yang dipilih langsung cenderung memiliki legitimasi yang lebih kuat di mata publik.
Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Riza Pahlevi, perubahan sistem pilkada harus dikaji secara mendalam dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap demokrasi lokal.
"Sistem pemilihan langsung telah menjadi bagian dari demokrasi kita selama hampir dua dekade. Namun, jika sistem ini dinilai terlalu mahal, maka diperlukan perbaikan tata kelola pemilihan, bukan menghapusnya begitu saja," ujarnya.
BACA JUGA:Warga Ogan Ilir Keluhkan Turunnya Jalan Akibat Sungai Ogan dan Rusaknya Jembatan
BACA JUGA:Sekjen PPP Sebut Mukernas Fokus Evaluasi Pemilu dan Pilkada
Kemendagri sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan daerah memastikan akan mengkaji setiap aspek secara menyeluruh sebelum menentukan sikap.
Selain aspek efisiensi anggaran, faktor stabilitas politik, akuntabilitas kepala daerah, dan partisipasi masyarakat juga menjadi perhatian utama.
Wamendagri Bima Arya menegaskan bahwa tujuan utama dalam menentukan sistem pilkada adalah mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih efektif, transparan, dan demokratis. Oleh karena itu, Kemendagri membuka ruang dialog yang seluas-luasnya untuk mendapatkan solusi terbaik.
"Ini bukan hanya soal memilih sistem, tetapi bagaimana sistem itu bisa memastikan bahwa pemimpin daerah yang terpilih mampu membawa perubahan positif dan mensejahterakan rakyat," tandasnya.
BACA JUGA:Ketum PKB Minta 14 Kader Pemenang Pilkada Sejahterakan Rakyat