Kisruh Dualisme PMI : Jusuf Kalla vs Agung Laksono, Siapa yang Berhak Memimpin ?
Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia usai berpidato dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota DPR RI dan DPRD Fraksi Partai Golkar (FPG) Periode 2024-2029 Seluruh Indonesia di Jakarta, Rabu (11/12/2024).-Foto: Antara-
KORANPALPOS.COM - Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia memilih untuk tidak memberikan komentar terkait isu dualisme Palang Merah Indonesia (PMI) yang melibatkan dua tokoh senior partai, Jusuf Kalla dan Agung Laksono.
"No comment," ujar Bahlil usai menyampaikan pidato dalam acara Bimbingan Teknis (Bimtek) Anggota DPR RI dan DPRD Fraksi Partai Golkar (FPG) Periode 2024-2029 di Jakarta, Rabu (11/12).
Setelah menyampaikan pernyataan singkat tersebut, Bahlil langsung meninggalkan lokasi tanpa memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai polemik yang sedang berlangsung.
Dualisme kepemimpinan di tubuh PMI mencuat usai Musyawarah Nasional (Munas) ke-22 PMI yang digelar pada Senin (9/12).
BACA JUGA:Ketua DPR : Anggaran Negara Harus Digunakan untuk Rakyat !
BACA JUGA:Dinas Perikanan Muara Enim Sosialisasikan Penerbitan Tanda Daftar Pembudidaya Ikan Kecil
Munas tersebut menerima laporan pertanggungjawaban Ketua Umum PMI Jusuf Kalla (JK) dan secara aklamasi memintanya untuk melanjutkan kepemimpinan sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029.
Keputusan ini dianggap sah oleh kubu Jusuf Kalla yang mengklaim telah memenuhi seluruh ketentuan organisasi.
Namun, di sisi lain, kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan yang menghasilkan keputusan berbeda.
Agung Laksono, yang juga mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PMI, mengklaim telah mendapatkan dukungan lebih dari 20 persen suara anggota PMI sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
BACA JUGA:6 Perampok Bersenjata Api Sandera Penjaga Kebun : Bawa Kabur Trafo PLN !
BACA JUGA:Wamendagri Ungkap Banyaknya Jumlah Potensi Sengketa Pilkada 2024
Ia menyebut bahwa sebanyak 240 dari 392 anggota yang hadir dalam Munas tandingan tersebut mendukung pencalonannya.
Agung kemudian melaporkan hasil Munas tandingan ini ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mendapatkan pengakuan resmi. Langkah ini dinilai oleh kubu Jusuf Kalla sebagai tindakan ilegal yang tidak sesuai dengan aturan organisasi.